Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sepertinya masih jauh dari kata usai. Kehadiran virus corona varian delta yang lebih menular membuat dunia kembali dilanda kecemasan luar biasa.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 21 Juli 2021 adalah 191.148.056 orang. Bertambah 404.831 orang dari hari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 485.518 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 392.548 orang saban harinya.
"Kita mengharapkan 2021 adalah tahun pemulihan. Namun kemudian dihadapkan pada tantangan varian delta yang tingkat penularannya 50% lebih tinggi dibandingkan varian alpha," tegas Sri Mulyani Indrawati.
Virus corona varian delta membuat lebih banyak orang jatuh sakit, bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia. Akibatnya, pemerintahan di berbagai negara kembali mengetatkan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Termasuk Indonesia, dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
Akibatnya, pandemi ikut membuat ekonomi lesu gairah. Berbagai indikator mengungkapkan bahwa ekonomi yang sempat bangkit dan bersemi kini terancam lesu lagi.
Apa saja tanda-tanda kelesuan itu? Berikut daftarnya, seperti dihimpun Refinitiv.
Halaman Selanjutnya --> Rumah Tangga Hingga Investor Tak Bergairah
Pertama adalah pandangan konsumen terhadap prospek perekonomian. Di Amerika Serikat (AS), ini terlihat dari indeks sentimen konsumen yang dirilis oleh Universitas Michigan.
Pada Juni 2021, skor indeks sentimen konsumen AS berada di 85,5. Namun pada bulan ini, konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan angkanya turun ke 81,3.
 Sumber: Refinitiv |
"Seiring kenaikan harga barang dan jasa, konsumen mulai mengurangi permintaan. Ini berkebalikan dengan ekspektasi bahwa inflasi menandakan peningkatan konsumsi dan menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi berjalan lambat," tegas George Sarabelos, Chief FX Strategist di Deutsche Bank, seperti dikutip dari Reuters.
Kedua adalah sikap investor di pasar keuangan yang cenderung bermain aman. Aset-aset berisiko kini agak sepi pembeli.
Investor bukan sekadar bermain aman, tetapi sangat aman dengan memegang uang tunai. Bukan sembarang uang tunai, tetapi dolar AS. Maklum, greenback adalah mata uang global yang bisa menyelesaikan segala urusan, di mana saja dan kapan saja.
Pada pukul 08:38 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,09%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini melesat 1,18%.
"Setiap kali investor khawatir dengan prospek pertumbuhan ekonomi, mereka menarik uang dan membeli dolar AS," ujar Ludovic Colin, Senior Portfolio Manager di Vontabel Asset Management, sebagaimana diwartakan Reuters.
Ketiga, penurunan sentimen tidak hanya terjadi di level rumah tangga tetapi juga investor. Berdasarkan jajak pendapat yang digelar oleh American Association of Individual Investors, skor sentimen investor terus turun setelah mencapai puncaknya pada April 2021.
 Sumber: Refinitiv |
Keempat, harga komoditas mulai bergerak turun. Harga minyak jenis brent dan light sweet dalam sebulan terakhir anjlok masing-masing 4,32% dan 4,16%.
Harga sejumlah komoditas andalan ekspor Indonesia pun terkoreksi. Harga karet, misalnya, ambles 11,43% dalam sebulan terakhir. Dalam periode yang sama, harga tembaga turun 0,64%.
TIM RISET CNBC INDONESIA