Bos BI: Sampai Akhir Tahun Permintaan Masih Lemah

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 13/07/2021 09:36 WIB
Foto: Perry Warjiyo, Bank Indonensia. (Tangkapan layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan terbatasnya mobilitas masyarakat membuat permintaan masyarakat masih melemah. Diperkirakan hingga akhir tahun inflasi akan berada di bawah kisaran 3%.

"Inflasi tahun ini akan rendah dan akan di bawah titik tengah 3%," jelas Perry dalam rapat bersama Banggar DPR, dikutip Selasa (13/7/2021).

Inflasi yang rendah tersebut, kata Perry dikarenakan permintaan masih rendah, sehingga saat ini upaya yang diupayakan otoritas adalah bukan mengendalikan inflasi, tapi mendorong pertumbuhan ekonomi.


"Inflasi terjaga rendah karena permintaan masih rendah. Sehingga bagi kita upaya bukan mengendalikan inflasi, tapi mendorong pertumbuhan ekonomi, itu jadi fokus termasuk Bank Indonesia," kata Perry melanjutkan.

Oleh karena itu, BI untuk selalu melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan triple intervention dan melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengelola pasar keuangan melalui surat berharga negara (SBN).

BI memproyeksikan nilai tukar rupiah pada Semester I-2021 akan berada pada kisaran Rp 14.280 per dolar Amerika Serikat.

"Ke depan ada tekanan dan akan melakukan stabilisasi dengan baik, suku bunga dan likuiditas akan dijaga rendah," tuturnya.

Dalam mendukung pembiayaan APBN 2021, BI sepanjang tahun 2021 sudah memberi SBN pemerintah sebanyak Rp 120,8 triliun. Pihaknya pun akan selalu berkoordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pembiayaan kredit, menurunkan suku bunga dan mendorong UMKM.

"Dalam melaksanakan undang-undang No. 2 Tahun 2020, sinergi dan koordinasi dengan Kemenkeu untuk berpartisipasi pembiayaan SBN di pasar perdana. Sampai 30 Juni sudah beli Rp 120,8 triliun. Dari lelang utama Rp 45,3 triliun dan lelang tambahan (green shoe option) Rp 75,46 triliun. Kami juga membeli SBN di pasar sekunder Rp 8,6 triliun. Ini yang kami lakukan tahun ini," jelas Perry.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan APBN masih menjadi instrumen pemerintah dalam mendongkrak ekonomi.

"APBN kita jadi counter cylical forces dan pembiayaan meningkat. Dengan isuence SBN juga membantu sektor lain termasuk keuangan," jelas Sri Mulyani.

Saat ini tercatat kepemilikan SBN oleh perbankan, tercatat sebanyak 25,28%. Hal tersebut, kata Sri Mulyani telah menyelamatkan perbankan tatkala kredit perbankan tidak bisa disalurkan, namun dana pihak ketiga (DPK) melonjak.

Kemenkeu mencatat pertumbuhan kepemilikan SBN oleh perbankan pada 2019 sebesar 20,73% dan saat ini 25,29%.

"Ini membuat bank bertahan. Kalau tidak menanggung DPK yang harus diberikan bunga, namun tidak bisa menyalurkan kredit, karena permintaan kredit merosot. Karena ekonomi menurun dan kredit yang ada kesulitan bayar cicilan," jelas Sri Mulyani.

Adapun kepemilikan BI di pasar keuangan SBN tercatat memiliki porsi 23%, pertumbuhannya melonjak signifikan dibandingkan 2019 yang hanya memiliki porsi 9,9%. Lonjakan pertumbuhan SBN oleh BI ini kata Sri Mulyani merupakan konsekuensi dari SKB I dan II dalam membantu pemerintah melakukan pembiayaan.

Kemudian kepemilikan residen luar negeri di pasar SBN yang tadinya mencapai 38,5%, kini hanya menjadi 22%. Sementara sisanya berasal dari dalam negeri. "Rekomposisi SBN menggambarkan SBN menjadi instrumen penting dan BI membantu pemerintah dalam menangani covid-19," jelas Sri Mulyani.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Inflasi Inggris Betah di Level Tinggi Pada Mei 2025