Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah telah menyelesaikan paruh pertama 2021 dengan cukup gemilang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dihabiskan cukup besar sehingga mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat dari yang dibayangkan.
Total penerimaan negara yang terkumpul pada Januari-Juni 2021 adalah Rp 1.886,9 triliun. Naik 9,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Total penerimaan perpajakan, terkumpul Rp 557,8 triliun atau 45,4% dari target. Ini berarti naik 4,9% yoy, jauh membaik dibandingkan semester I-2020 yang mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sampai 12%.
Penerimaan pajak masih tumbuh mendekati -5%. Meski negatif, tetapi sudah lebih baik ketimbang tahun lalu yang -12%. Sementara bea dan cukai terkumpul Rp 122,56 triliun atau tumbuh 31,1%.
Kemudian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada semester I-2021 tercatat Rp 206,9 triliun. Naik 11,4% yoy, tahun lalu -11,2%.
Lalu di sisi belanja, total belanja negara adalah Rp 1.170,1 triliun atau 42,5% dari target. Tumbuh 9,4% yoy, lebih tinggi ketimbang pertumbuhan semester I-2021 yang sebesar 3,4%.
Belanja pemerintah pusat khususnya belanja K/L (Kementerian/Lembaga) yaitu Rp 449,6 triliun atau 43,6% dari target. Sementara Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) terealisasi Rp 373,9 triliun. Ini mengalami kontraksi 6,8% yoy.
Dengan realisasi penerimaan dan belanja itu, maka defisit APBN 2021 hingga paruh pertama adalah Rp 283,2 triliun. Jumlah ini setara dengan 1,72% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Halaman Selanjutnya >> Ramalan Akhir Tahun
Ekonomi Indonesia dihadapkan pada teknana lonjakan kasus covid di pertengahan Juni 2021. Awal Juli pemerintah langsung memulai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Sehingga pertumbuhan ekonomi direvisi menjadi 3,7-4,5%.
Pemerintah memperkirakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2021 sebesar Rp 939,6 triliun atau 5,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang sesuai dengan yang dipatok sejak awal. Bahkan secara nominal pembiayaan anggaran lebih rendah.
Realisasi ini dipicu oleh optimalisasi pembiayaan yang efisien, termasuk memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk investasi pemerintah dan mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Belanja negara diperkirakan terealisasi hingga 98,2% dari APBN 2021 yang sebesar Rp 2.700,4 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya ada pertumbuhan sebesar 4%.
Hal ini ditopang oleh pertumbuhan belanja pemerintah pusat sebesar 5,3% menjadi Rp 1.929,6 triliun (98,7%) dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 770,8 triliun (96,9%) atau tumbuh 1,1%.
Sementara itu pendapatan negara tumbuh 6,9% menjadi Rp 1.760,7 triliun (101%). Faktor pendorongnya adalah
penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 224,1 triliun (104,3%) tumbuh 5,2% dan PNBP Rp 357,7 triliun (119,9%) tumbuh 4%.
Penerimaan pajak sudah mulai tumbuh positif dengan catatan 9,7% dan realisasi sebesar Rp 1.176,3 triliun (95,7%).
Bea Keluar
Lonjakan harga komoditas dalam beberapa waktu terakhir membawa berkah untuk penerimaan negara, khususnya bea keluar.
Berdasarkan dokumen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diterima CNBC Indonesia, mencatat penerimaan bea keluar tumbuh 887,7% mencapai Rp 13,2 triliun selama semester I-2021.
Capaian tersebut bahkan sudah melebihi target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu 736,4% dari target APBN. Komoditas dengan sumbangan terbesar adalah tembaga dan produk kelapa sawit (CPO) serta produk turunannya.
Utang
Pemerintah memperkirakan tambahan utang pada tahun ini tidak sebanyak yang dibayangkan awalnya. Jumlahnya pun cukup besar, yaitu mencapai Rp 219,3 triliun.
"Ini hal yang bagus. Kita bisa mengurangi kenaikan utang, yang tadinya Rp 1.177 triliun jadi Rp 958 triliun atau turun 18,6%," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Senin (12/7/2021)
Faktor pendorongnya, kata Sri Mulyani adalah defisit APBN secara nominal memang lebih rendah. Selanjutnya juga ada faktor penerimaan negara yang lebih bagus dan optimalisasi belanja.