Di Depan Sri Mulyani, DPR Protes Keras Vaksinasi Berbayar!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendapatkan banyak kritikan mengenai rencana penerapan vaksinasi berbayar oleh anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Hal ini disampaikan saat rapat kerja pemerintah DPR untuk membahas laporan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Semester I-2021 secara virtual Senin (12/7/2021)
Anggota Banggar Fraksi PKB Ratna Juwita mengatakan, upaya vaksinasi harus terus dikawal oleh Kementerian Keuangan, jangan sampai ada vaksinasi yang rencananya akan dikomersilkan oleh BUMN Kimia Farma.
"Kami memohon Kementerian Keuangan bisa terus mengawal Kemenkes agar tidak ada issue vaksinasi yang dikomersilkan. Karena kita tahu target 2 juta per hari jauh dari capaian, dan kita hanya bisa 700-800 ribu per hari, itu saja kita belum clear," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Banggar Fraksi Demokrat, Bramantyo Suwondo mengatakan pemerintah harus fokus melakukan percepatan vaksinasi. Pasalnya jika dilihat dari persentase terhadap populasi, Indonesia dibandingkan negara lain masih sangat kecil.
Jika dengan vaksin gratis saja masyarakat enggan vaksin, lantas apa yang membuat pemerintah yakin, dengan vaksin berbayar ini efektif untuk percepatan vaksin dan apa yang menjamin pemerintah kelompok rentan bisa mendapatkan vaksin dengan komersialisasi vaksin.
"Hadirnya vaksin berbayar jauh dari keadilan, di satu sisi begitu menularnya antrian untuk mendapatkan vaksin bagi masyarakat di bawah 40% dan di satu sisi ada jalur cepat yang bisa membayar. Kalau bisa negara yang benar-benar menjalankan konstitusinya," Bramantyo.
Ketua Banggar DPR Said Abdullah menambahkan, "Memang ini jadi concern bersama, saat PPKM Darurat, concern kita adalah kedaruratan di tengah ketidakpastian tinggi dan bagaimana caranya covid ini bisa diputus."
Hal yang sama juga disampaikan oleh Anggota Banggar DPR Fraksi PKS, yang juga merupakan anggota Komisi IX, Netty Prasetiyani. Dia merasa heran dan terkejut adanya rencana komersialisasi vaksinasi oleh BUMN Kimia Farma.
Pasalnya saat mitranya Kementerian Kesehatan melakukan rapat kerja dengan Komisi IX pembahasan mengenai vaksin berbayar ini tidak pernah mencuat.
"Kok tiba-tiba ada BUMN yang mengumumkan akan melaksanakan vaksin gotong royong skala individu berbayar. Apakah ini artinya sudah berlaku hukum rimba, bahwa yang kaya (orang) bisa dapatkan vaksin?" ujarnya.
"Kalau alasannya gak ingin antri boleh vaksin tapi bayar, dimana kita menjalankan amanat konstitusi. Ini perlu jadi perhatian bersama," kata Netty melanjutkan.