Covid-19 RI

Harap Waspada, Ranjang Rumah Sakit RI Terancam Kritis

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
26 June 2021 06:16
Sejumlah petugas pemakaman lengkap dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) memakamkan jenazah Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rorotan, Kota, Jakarta Utara, Jumat (25/6/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Sejumlah petugas pemakaman lengkap dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) memakamkan jenazah Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rorotan, Kota, Jakarta Utara, Jumat (25/6/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Merebaknya virus Covid-19 varian delta di Indonesia memicu banjirnya pasien rumah sakit di Ibu Kota, hingga tenda-tenda darurat didirikan. Harap waspada, Indonesia termasuk rentan di Asia Tenggara untuk urusan ketercukupan ranjang rumah sakit.

Kementerian Kesehatan pada Kamis (24/6/2021) mengumumkan 20.575 kasus baru virus Covid-19 di Indonesia. Ini merupakan rekor tertinggi dalam penambahan kasus baru dalam sehari sejak pandemi melanda Indonesia. Per Jumat, ada tambahan 18.872 kasus baru sehingga akumulasi kasus positif nasional menjadi 2,07 juta kasus.

Kabar baiknya, kasus kesembuhan pada Jumat bertambah 8.557 orang sehingga totalnya menjadi 1,835 juta orang. Namun, kasus kematian bertambah 422-meningkat dari penambahan Kamis 355 orang-sehingga total 56.371 jiwa telah melayang. Kasus aktif Covid-19 di Indonesia menembus 171.572 kasus atau mendekati rekor 176.000 orang.

"Di Indonesia jumlah kasusnya sudah mencapai titik yang tinggi kemarin (Kamis) 20 ribu per hari. Kami di Kemenkes memahami situasi ini dan selalu memonitor apa saja yang terjadi di masyarakat agar bisa segera mengambil langkah-langkah untuk mengatasi," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Seluruh Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit rujukan Covid-19, lanjut dia, diubah menjadi kamar isolasi dan kebutuhan IGD akan dipindahkan ke tenda darurat di luar rumah sakit. "BNPB [Badan Nasional Penanggulangan Bencana] membantu menambah tenda di luar RS sebagai tempat IGD jadi bisa menggunakan IGD yang ada jadi isolasi," ujarnya.

Kasus terbanyak masih DKI Jakarta, mencapai 494.462. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menambah kapasitas Rumah Sakit rujukan Covid-19, dari semula 103 menjadi 140. Angka itu setara dengan 72,5% dari total 193 rumah sakit di Jakarta.

Dari 32 RSUD yang ada di Ibu Kota, ada 13 yang menjadi RS khusus Covid-19, seperti RSUD Kramat Jati, Jakarta Timur. Kemudian, 19 RSUD lainnya 60% kapasitas itu disiapkan untuk Covid-19, 40% untuk penyakit lain.

Tak heran, tingkat keterpakaian kasus rumah sakit (bed occupancy rate/BOR) rujukan Covid-19, menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah mencapai 90%, sementara ruang gawat darurat (intensive care unit/ICU) mencapai 81%. Idealnya, mengacu pada standard Kementerian Kesehatan, BOR berada di level 60% hingga 85%.

Hal ini memicu kekhawatiran Indonesia bisa menjadi seperti India, negara berpenduduk terpadat kedua dunia yang menghadapi "tsunami Covid-19" hingga sempat mengalami krisis tabung oksigen. Di Indonesia, risiko serupa membayang terutama di tengah kecilnya rasio rumah sakit dan jumlah penduduknya.

Mirip dengan India, kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air terjadi setelah Hari Raya. Meski pemerintah melarang mudik Lebaran, tidak ada larangan bagi masyarakat untuk berkumpul di dalam kota termasuk menyerbu tempat wisata, mall, maupun tempat kuliner. Dus, massa pun berkumpul di kawasan wisata (Ancol salah satunya), mall, dan beberapa tempat publik lainnya.

Di sisi lain, pemerintah terlalu longgar membuka perbatasan internasional, dengan membiarkan masuk warga asing dari berbagai negara manapun, dengan hanya mensyaratkan adanya dokumen tes usap dan karantina 5 hari. Ini di bawah standard karantina Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang mensyaratkan karantina selama 12 hari.

Padahal, virus bisa bertahan dalam tubuh orang tanpa gejala (OTG) selama 12 hari. Selain itu,  varian delta asal India lebih mudah menyebar sehingga data WHO menyebutkan bahwa virus tersebut sudah mengada di 92 negara dan berpotensi lebih mematikan jika terjadi krisis layanan kesehatan.

"Lebih mematikan karena ia lebih efisien berpindah antar manusia dan pada akhirnya akan menjangkiti mereka yang rentan dan mudah sakit parah, sehingga harus dirawat di rumah sakit dan berpotensi meninggal," tutur Mike Ryan, Direktur Eksekutif WHO sebagaimana dikutip CNBC International pada Senin (21/6/2021).

Kombinasi aturan yang longgar dan kebijakan pengendalian pandemi setengah hati, membuat virus Covid-19 varian delta kini menyebar di Tanah Air. Pemerintah mengidentifikasi virus tersebut sudah ada di sembilan provinsi, terutama DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Jika situasi sekarang terus berlanjut, dengan lonjakan infeksi terhadap mereka yang rentan, maka akan terjadi lonjakan pasien berstatus gawat yang harus dirawat di rumah sakit. Padahal, tingkat ketersediaan rumah sakit di Indonesia saat ini sangat rendah yakni hanya 1,04.

Sebagai negara berpenduduk terpadat keempat dunia, dan terpadat di Asia Tenggara, Indonesia faktanya justru memiliki kapasitas rumah sakit di urutan terbawah, sehingga lonjakan BOR membuat layanan kesehatan publik secara umum menjadi rentan.

Menurut data Bank Dunia per 2017, jumlah ranjang rumah sakit yang dimiliki Indonesia hanya di tingkat 1,04 untuk setiap 1.000 populasi. Artinya, hanya ada satu ranjang perawatan bagi tiap 1.000 orang penduduk alias  hanya ada 260.000 ranjang rumah sakit yang tersedia. Rasio ini tak lebih baik dari Myanmar, dan kalah jauh dari Malaysia, Singapura, apalagi Brunei Darussalam.

qSumber: Bank Dunia

Terbaru, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia memiliki 276.525 unit ranjang rumah sakit, atau 1,33 ranjang per 1.000 penduduk. Ini jauh dari standard WHO sebanyak 5 ranjang/1.000 penduduk. Jika jumlah penderita Covid-19 melonjak dua kali dari posisi sekarang 181.435 orang, maka kita bakal melihat krisis layanan kesehatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular