Covid-19 RI

Harap Waspada, Ranjang Rumah Sakit RI Terancam Kritis

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
26 June 2021 06:16
Perawatan pasien di tenda darurat Instalasi Gawat Darurat (IGD) , RSUD tipe B Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi, Rabu (23/6/2021).  (CNBC INDONESIA/ANDREAN KRISTIANTO)
Foto: Perawatan pasien di tenda darurat Instalasi Gawat Darurat (IGD) , RSUD tipe B Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi, Rabu (23/6/2021). (CNBC INDONESIA/ANDREAN KRISTIANTO)

Mirip dengan India, kenaikan kasus Covid-19 di Tanah Air terjadi setelah Hari Raya. Meski pemerintah melarang mudik Lebaran, tidak ada larangan bagi masyarakat untuk berkumpul di dalam kota termasuk menyerbu tempat wisata, mall, maupun tempat kuliner. Dus, massa pun berkumpul di kawasan wisata (Ancol salah satunya), mall, dan beberapa tempat publik lainnya.

Di sisi lain, pemerintah terlalu longgar membuka perbatasan internasional, dengan membiarkan masuk warga asing dari berbagai negara manapun, dengan hanya mensyaratkan adanya dokumen tes usap dan karantina 5 hari. Ini di bawah standard karantina Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang mensyaratkan karantina selama 12 hari.

Padahal, virus bisa bertahan dalam tubuh orang tanpa gejala (OTG) selama 12 hari. Selain itu,  varian delta asal India lebih mudah menyebar sehingga data WHO menyebutkan bahwa virus tersebut sudah mengada di 92 negara dan berpotensi lebih mematikan jika terjadi krisis layanan kesehatan.

"Lebih mematikan karena ia lebih efisien berpindah antar manusia dan pada akhirnya akan menjangkiti mereka yang rentan dan mudah sakit parah, sehingga harus dirawat di rumah sakit dan berpotensi meninggal," tutur Mike Ryan, Direktur Eksekutif WHO sebagaimana dikutip CNBC International pada Senin (21/6/2021).

Kombinasi aturan yang longgar dan kebijakan pengendalian pandemi setengah hati, membuat virus Covid-19 varian delta kini menyebar di Tanah Air. Pemerintah mengidentifikasi virus tersebut sudah ada di sembilan provinsi, terutama DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Jika situasi sekarang terus berlanjut, dengan lonjakan infeksi terhadap mereka yang rentan, maka akan terjadi lonjakan pasien berstatus gawat yang harus dirawat di rumah sakit. Padahal, tingkat ketersediaan rumah sakit di Indonesia saat ini sangat rendah yakni hanya 1,04.

Sebagai negara berpenduduk terpadat keempat dunia, dan terpadat di Asia Tenggara, Indonesia faktanya justru memiliki kapasitas rumah sakit di urutan terbawah, sehingga lonjakan BOR membuat layanan kesehatan publik secara umum menjadi rentan.

Menurut data Bank Dunia per 2017, jumlah ranjang rumah sakit yang dimiliki Indonesia hanya di tingkat 1,04 untuk setiap 1.000 populasi. Artinya, hanya ada satu ranjang perawatan bagi tiap 1.000 orang penduduk alias  hanya ada 260.000 ranjang rumah sakit yang tersedia. Rasio ini tak lebih baik dari Myanmar, dan kalah jauh dari Malaysia, Singapura, apalagi Brunei Darussalam.

qSumber: Bank Dunia

Terbaru, menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia memiliki 276.525 unit ranjang rumah sakit, atau 1,33 ranjang per 1.000 penduduk. Ini jauh dari standard WHO sebanyak 5 ranjang/1.000 penduduk. Jika jumlah penderita Covid-19 melonjak dua kali dari posisi sekarang 181.435 orang, maka kita bakal melihat krisis layanan kesehatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular