
Awal Kuartal II-2021, Pembiayaan APBN Masih Prudent & Terjaga

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menetapkan defisit APBN tahun 2021 sebesar 5,7%, dengan pembiayaan anggaran ditargetkan sebesar Rp 1.006,4 triliun, terutama dipenuhi melalui pembiayaan utang sebesar Rp 1.177,4 triliun.
Hingga akhir April 2021, realisasi pembiayaan utang tercapai sebesar Rp 410,09 triliun atau 34,8%, yang terdiri dari realisasi SBN sebesar Rp 416,69 triliun dan realisasi Pinjaman sebesar negatif Rp 6,60 triliun. Berdasarkan keterangan APBN Kita yang dikutip CNBC Indonesia, sampai akhir April 2021 pemerintah telah menerbitkan SBN sebesar Rp 492,00 triliun.
Penerbitan SBN ini terdiri dari penerbitan SUN sebesar Rp 371,80 triliun dan SBSN sebesar Rp 120,20 triliun. Kemudian termasuk pembelian SBN oleh Bank Indonesia sesuai dengan SKB I yang mencapai Rp108,11 triliun, terdiri dari SUN sebesar Rp 68,83 triliun dan SBSN sebesar Rp 39,27 triliun. Hingga April 2021, pemerintah menegaskan pembiayaan utang dikelola dengan prudent fleksibel dan oportunistik, serta terukur untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Pengelolaan pembiayaan utang oleh pemerintah juga mendapatkan pengakuan dari dunia internasional, terutama terhadap inovasi pembiayaan berbasis Green Instrument. Pengakuan ini tercermin dari penghargaan "Largest Green Sukuk in 2020" dari Climate Bond Initiative (CBI).
Penghargaan tersebut diberikan atas keberhasilan penerbitan Green Sukuk senilai US$ 750 juta pada Juni 2020 ketika pandemi Covid-19 berlangsung.
"Komposisi utang Pemerintah terjaga, sesuai koridor yang berlaku dengan dukungan dan sinergi berbagai otoritas," tulis Kementerian Keuangan dalam APBN Kita, dikutip Rabu (02/06/2021).
Posisi utang Pemerintah per akhir April 2021 berada di angka Rp 6.527,29 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 41,18%. Secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, karena kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19.
Pandemi ini menimbulkan efek domino yang cukup signifikan bukan hanya di sektor kesehatan, namun juga melumpuhkan hampir seluruh sektor terutama perekonomian. Untuk menghadapinya, Pemerintah telah menentukan tiga prioritas utama, yaitu kesehatan, jaring pengaman sosial, dan dukungan
dunia usaha, termasuk juga di dalamnya adalah program pemulihan ekonomi nasional agar ekonomi Indonesia tak semakin terkontraksi.
"Peningkatan pembiayaan pemerintah tetap dilakukan menurut koridor yang berlaku, dalam pelaksanaannya pemerintah terus melakukan koordinasi dan sinergi dengan berbagai otoritas. Termasuk DPR sebagai lembaga yudikatif dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter," tulis Kemenkeu.
Pemerintah selalu mengupayakan penerbitan utang dengan biaya dan risiko yang paling efisien, salah satunya dengan diversifikasi portofolio utang baik dari sisi instrumen, tenor, suku bunga, dan mata uang, dengan tetap mengutamakan pembiayaan dari dalam negeri. Pemerintah menggunakan sumber pembiayaan luar negeri sebagai pelengkap serta untuk meminimalisir crowding out di pasar domestik.
Sejalan dengan kebijakan umum dan strategi pengelolaan utang, Kemenkeu juga menyatakan mengupayakan kemandirian pembiayaan, ditunjukkan dengan komposisi utang Pemerintah pusat yang semakin didominasi utang dalam bentuk SBN Domestik, hingga akhir April 2021 mencapai 67,30%.
"Sementara pembiayaan dari dalam negeri mencapai 67,49%, penerbitan utang juga dilakukan dengan strategi oportunistik, yaitu dengan memantau pasar dan memasuki pasar keuangan pada saat kondisi yang kondusif untuk mendapatkan biaya yang efisien," tulis Kemenkeu.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LAPAN Bakal Kembangkan Pesawat R80 Habibie Pakai Sukuk