
Jadi Momok! Bos BI Ungkap Kekhawatiran Taper Tantrum Berulang

Jakarta, CNBC Indonesia - Taper tantrum atau pengurangan kebijakan stimulus alias quantitative easing (QE) dari bank sentral AS menjadi 'bencana' yang dikhawatirkan oleh banyak pihak, mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Semua sepakat kalau itu harus diantisipasi bila kebijakan ini direalisasikan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (the Fed) tahun depan.
Tapi dari mana asal mula kekhawatiran 'bencana' ini?
"Pada 2022 ada ketidakpastian kemungkinan the Fed akan mengubah kebijakan moneter, mulai mengurangi stimulus dan bahkan menaikkan suku bunga acuan karena ekonomi AS yang tumbuh tinggi," ungkap Perry dalam rapat kerja dengan komisi XI, DPR RI, Rabu (2/6/2021)
Hal ini akan mendorong pembalikan modal yang sekarang bertengger di negara berkembang termasuk Indonesia. Pasar keuangan dalam negeri akan terpukul, khususnya nilai tukar rupiah.
Pertumbuhan ekonomi AS pada tahun ini diproyeksi mencapai 6,4% dan tahun depan 3,4%. Sedangkan inflasi sampai bulan April saja sudah tembus 4,2% dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan ekonomi AS yang tumbuh lebih cepat.
Di samping itu, Perry melanjutkan, pemerintah AS juga tengah menyusun tambahan stimulus senilai US$ 2,2 triliun. Ini pun akan berpengaruh besar terhadap akselerasi ekonomi AS.
"Ini risiko yang perlu kita lihat ke depan," tegas Perry.
BI bersama pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan memastikan stabilitas sistem keuangan Indonesia meski nantinya dihantam berbagai risiko.
"Kami di KSSK terus melakukan langkah-langkah stabilisasi," ujarnya.
Sebagai informasi, taper tantrum adalah sebutan dari efek pengumuman kebijakan moneter the Fed pada era 2013. Saat itu rencana kebijakan mengurangi stimulus QE itu langsung memukul kurs sejumlah negara berkembang. Taper tantrum juga disebut demikian karena efek itu langsung muncul walaupun tindakan kebijakan moneter belum dilakukan.
Sat itu The Fed mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi laju pembelian obligasi AS atau US Treasury, guna mengurangi jumlah uang yang diberikannya ke ekonomi. Taper tantrum juga terjadi akibat meningkatnya imbal hasil obligasi sebagai reaksi atas pengumuman itu.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kekhawatiran Sri Mulyani Mungkin Terjadi di 2022, Nah Lho!
