Kekhawatiran Sri Mulyani Mungkin Terjadi di 2022, Nah Lho!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
04 June 2021 07:40
Ari Kuncoro: Antisipasi Efek Tapering, CAD Harus Diturunkan (CNBC Indonesia TV)
Foto: Ari Kuncoro: Antisipasi Efek Tapering, CAD Harus Diturunkan (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Senior sekaligus Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro menjelaskan bahwa taper tantrum sering dikaitkan dengan sikap konservatisme Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Namun di situasi krisis pandemi ini, diperkirakan The Fed tidak akan segera menarik rem alias mengurangi stimulus (tapering).

"Jadi treatmentnya itu tidak akan segera menarik rem. Karena dia (The Fed) tahu recovery ini sangat diperlukan, beda dari krisis-krisis sebelumnya," jelas Ari Kuncoro dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia TV, dikutip Jumat (4/6/2022).

Lebih lanjut, Ari menjelaskan bahwa inflasi yang meroket di AS yang saat ini sudah menyentuh level 4,2%, terjadi karena dari sisi ketersediaan barang atau supply side.

Lewat stimulus yang diberikan Presiden AS Joe Biden kepada masing-masing individu sebesar US$ 1.400, kata Ari rata-rata hal itu dibelanjakan oleh masyarakat untuk membeli alat-alat elektronik seperti laptop. Sementara chip yang dipasok oleh perusahaan-perusahaan China, saat ini masih dalam tahap produksi.

"Kalau seandainya Bank Sentral menarik rem, yang terjadi stimulus yang dilakukan Presiden Biden akan sia-sia. [...] Jadi intinya ini akan dibiarkan dulu 4,2%, tidak buru-buru ditarik dan akan dilihat bagaimana dampaknya," jelas Ari.

Kenaikan belanja barang-barang elektronik di AS, kata Ari akan menjadi windfall bagi ekspor Indonesia. Hal ini juga akan membuat capital flow ke Indonesia akan deras. Namun hal ini juga harus diantisipasi.

Pasalnya, jika Indonesia tergantung dari aliran modal yang masuk, bisa berdampak terhadap volatilitas rupiah. Oleh karena itu, menurut Ari Indonesia perlu untuk menurunkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Karena selama ini CAD selalu ditutup dengan capital inflow, dan itu menjadi kurang sehat bagi perekonomian Indonesia. "Juga harus dibantu lagi dengan penurunan biaya ekonomi tinggi," tuturnya.

"Intinya, kalau ada taper tantrum, itu efeknya akan seperti sesuatu yang perlahan-lahan, tidak tiba-tiba naik tingkat bunga. Jadi pertanyaannya bukan taper tantrum atau tidak, ini ada smoothing atau tidak," ujar Ari.

"Diperkirakan ahli ekonomi AS, akan smoothing, bertahap. Karena AS tidak mau rugi, ini kesempatan untuk membangkitkan kembali manufacturing di AS," kata Ari melanjutkan.

Seperti diketahui, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta jajarannya mulai khawatir adanya taper tantrum yang mungkin akan terjadi pada 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan sudah menyiapkan sejumlah instrumen untuk mengatasi hal itu.

"Kita pernah belajar dari fenomena terdahulu seperti taper tantrum di tahun 2013, dimana ekspektasi normalisasi kebijakan moneter AS dapat mendorong pembalikan arus modal dari negara berkembang," jelas Sri Mulyani

Hal senada juga diungkapkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga mewaspadai adanya tapering off atau pengurangan stimulus berupa pembelian surat berharga di pasar surat utang yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.

"Di pasar keuangan memang terjadi kenaikan US Treasury yield karena stimulus fiskal yang besar US$ 1,9 triliun. Ketidakpastian ini masih berlangsung meskipun sudah sedikit mereda karena kejelasan arah The Fed yang tahun ini belum akan melakukan tapering," jelas Perry

"Namun tahun depan, kita masih memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan bahwa The Fed akan mulai mengubah kebijakan moneternya, mulai mengurangi intervensi likuiditas bahkan melakukan lakukan pengetatan dan kenaikan suku bunga," kata Perry


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Taper Tantrum, Tsunami yang Terjang Ekonomi Tahun Depan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular