Morgan Stanley: Taper Tantrum 2013 Niscaya Tak Akan Terulang

Market - Feri Sandria, CNBC Indonesia
19 January 2022 18:10
Morgan Stanley Foto: Morgan Stanley (REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank investasi dan penyedia layanan keuangan asal Amerika Serikat, Morgan Stanley (MS) menyebut bahwa ulangan taper tantrum tahun 2013 tampaknya tidak mungkin terjadi pada tahun ini mengingat kondisi stabilitas makro Indonesia yang membaik.

Taper tantrum sendiri merupakan terminologi yang mengacu pada gejolak di pasar keuangan akibat pengurangan stimulus (tapering off) yang diikuti kenaikan suku bunga.

Rupiah menjadi salah satu korban keganasan taper tantrum tahun 2013 lalu. Sejak The Fed mengumumkan tapering Juni 2013 nilai tukar rupiah terus merosot hingga puncak pelemahan pada September 2015.

Pada akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790/US$ sementara pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730/US$, artinya terjadi pelemahan lebih dari 50%.

Pandangan tersebut dikemukakan dalam riset terbaru terkait pratinjau ekonomi Asia Pasifik yang bertajuk China's 4Q GDP and ASEAN Monetary Policy Meetings.

Dalam riset yang disusun oleh Derrick Y Kam, Deyi Tan, Robin Xing, Upasana Chachra, Chris Read, dan Jonathan Cheung tersebut, Morgan Stanley memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan kebijakan suku bunga (BI 7-Day Reverse Repo Rate) di level 3,5% dalam beberapa minggu mendatang. Sebagai Informasi, Bank Indonesia tengah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 Januari 2022.

Meski suku bunga diharapkan tidak akan naik saat ini, Morgan Stanley memperkirakan kenaikan akan dimulai pada kuartal kedua tahun ini dengan kenaikan suku bunga kumulatif 50 bps pada tahun 2022.

Bank investasi tersebut juga mengatakan kenaikan suku bunga yang akan terjadi ini mencerminkan penguatan ekonomi, kenaikan inflasi dari kenaikan PPN di kuartal kedua dan bentuk dari fokus "pro-stabilitas" BI tahun ini.

"Inflasi Indonesia masih di bawah target Indeks Harga Konsumen (IHK) 2-4% dari BI dan perbedaan suku bunga riil dibandingkan dengan AS masih berada di level multi-year high, memberi perlindungan terhadap volatilitas modal," tulis Morgan Stanley.

Selain itu, tidak seperti tahun 2013 ketika kurs riil US10Y naik secara disruptif, tim Morgan Stanley mengharapkan kenaikan yang lebih bertahap dan teratur dalam siklus ini dan kurs riil US10Y kemungkinan masih akan tetap berada di wilayah negatif hingga 2022.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Waspada Stagflasi di Asia Efek Perang Rusia-Ukraina!


(fsd/vap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading