
Bursa Asia Loyo Lagi, Hanya Hang Seng-STI yang Bergairah

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup di zona merah pada perdagangan Rabu (19/1/2022), menyusul jatuhnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Selasa kemarin waktu setempat.
Hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan Straits Times (STI) Singapura yang ditutup di zona penguatan pada hari ini, meski penguatan keduanya cenderung tipis-tipis saja. Hang Seng ditutup naik tipis 0,06% ke level 24.127,85, sedangkan STI berakhir naik 0,12% ke level 3.283,94.
Sedangkan sisanya ditutup di zona koreksi. Indeks Nikkei ditutup ambruk 2,8% ke level 27.467,23, Shanghai Composite China melemah 0,33% ke 3.558,18, KOSPI Korea Selatan merosot 0,77% ke 2.842,28, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,33% ke posisi 6.591,98.
Indeks Nikkei memimpin koreksi bursa Asia pada hari ini, diperberat oleh saham konglomerat produsen konsol game PlayStation, yakni Sony yang ditutup ambruk hingga 12,79%.
Koreksi saham Sony terjadi setelah perusahaan konglomerat teknologi AS yakni Microsoft pada Selasa kemarin resmi mengakuisisi saham pembuat game populer Call on Duty, Activision Blizzard seharga hampir US$ 69 miliar.
Sony memang sudah lama bersaing dengan emiten produsen konsol game Xbox tersebut, di mana keduanya sudah bersaing di pasar konsol game sejak tahun 2013 silam.
Sementara itu, indeks Hang Seng berhasil ditutup di zona hijau meski hanya menguat tipis-tipis saja. Hang Seng berhasil menguat tipis karena ditopang oleh saham properti dan energi, di tengah harapan langkah-langkah pelonggaran kebijakan bank sentral China.
Sub-indeks sektor properti di Hang Seng melonjak 2,62% dan sektor saham energi melesat 1,4%. Tak hanya sektor properti dan energi saja yang positif, sektor keuangan di Hang Seng juga berakhir menguat 0,79%.
Bank sentral China (People Bank of China/PBoC) berjanji akan tetap mendukung kebijakan moneter longgarnya selama perekonomian Negeri Panda masih terdampak dari pandemi virus corona (Covid-19).
Namun secara garis besar, pasar saham Asia mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang kembali berjatuhan pada perdagangan Selasa kemarin waktu setempat.
Indeks Dow Jones ditutup ambles 1,51%, S&P 500 ambruk 1,84%, dan Nasdaq Composite anjlok 2,6%.
"Pasar ekuitas global kembali terkoreksi, karena pelaku pasar menduga bahwa bank sentral Amerika Serikat akan menaikkan suku bunganya lebih cepat untuk mengendalikan inflasi yang masih panas," tulis ANZ Research dalam laporan riset hariannya, dikutip dari CNBC International.
Terkoreksinya kembali bursa saham Negeri Paman Sam terjadi di tengah melonjaknya kembali imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury), di mana pada perdagangan kemarin, yield Treasury bertenor 10 tahun sudah berada di kisaran level 1,8%.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury bertenor 10 tahun naik sebesar 10,5 basis poin (bp) ke level 1,877% pada Selasa pukul 16:00 waktu setempat.
Bahkan, Treasury berjatuh tempo 2 tahun saja naik ke atas level 1% untuk pertama kalinya sejak Februari 2020, atau sebulan sebelum pengumuman pandemi yang mengirim ekonomi AS ke dalam resesi.
Treasury tenor 2 tahun sensitif terhadap kenaikan suku bunga acuan. Treasury ini dipandang sebagai patokan di mana bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menetapkan suku bunga pinjaman jangka pendek.
Melonjaknya yield Treasury membuat investor melepas saham-saham teknologi di AS dan turut memperberat pergerakan indeks Nasdaq kemarin.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
