Pabrik Baterai Beroperasi, IBC Sumbang Rp 432 T ke PDB RI

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
24 May 2021 17:50
Ilustrasi baterai pada mobil listrik yang dikemas dalam komponen yang aman. electrec.co
Foto: Ilustrasi baterai pada mobil listrik yang dikemas dalam komponen yang aman. electrec.co

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC) secara resmi diumumkan pada 26 Maret 2021 oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Tak hanya mendorong pemakaian mobil listrik, pembentukan IBC diharapkan juga berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

Ketua Tim Percepatan Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan, pabrik baterai terintegrasi dari hulu hingga hilir yang dibangun IBC bersama mitra nantinya diperkirakan bisa menyumbang US$ 30 miliar atau sekitar Rp 432 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$) pada perekonomian nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) per tahunnya.

"Diharapkan semua pihak dapat mendukung IBC, supaya pembangunan infrastruktur bisa tercapai sesuai waktunya. Ini yang kita harapkan, paling tidak nanti ada US$ 30 miliar per tahun kontribusinya terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia," jelas Agus dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (24/5/2021).

Dia mengatakan bahwa pembangunan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang menghasilkan salah satu komponen baterai ditargetkan dimulai pada 2022. Saat ini pihaknya masih berkomunikasi dengan calon mitra, dan pada penghujung tahun ini bisa melakukan uji kelayakan (feasibility study/ FS) dan pada tahun depan ditargetkan desain teknis tuntas, sehingga bisa mulai membangun pabrik HPAL.

"Pabrik HPAL diharapkan bisa selesai dua tahun, akhir 2024 sudah terealisasi, sehingga kita bisa dapatkan komponen untuk proses selanjutnya, precursor dan katoda baterai," ungkapnya.

Agus melanjutkan, sampai 2030 IBC ditargetkan akan membangun 30 Giga Watt hours (GWh) baterai. Selanjutnya, akan dibangun pabrik baterai hingga berkapasitas 140 GWh.

Tidak hanya pendapatan negara, tapi ada juga keuntungan lainnya jika industri kendaraan listrik bergeliat di Tanah Air, yakni penghematan devisa negara dari berkurangnya impor bahan bakar minyak (BBM). Apalagi, 50% kebutuhan BBM di Indonesia saat ini dipenuhi dari impor.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, mengatakan perkiraan penghematan devisa negara mencapai US$ 1 miliar per tahun atau Rp 14,4 triliun (kurs Rp 14.400/US$). Penghematan ini dengan asumsi kendaraan listrik mulai ramai digunakan pada 2030, di mana 13 juta motor listrik dan 2 juta mobil listrik ditargetkan beroperasi pada 2030.

"Pemerintah baru saja selesaikan draft final bagaimana bisa kurangi bahan bakar minyak, utamanya sepeda motor. Salah satunya yaitu melalui program percepatan 13 juta motor listrik di 2030 dan 2 juta mobil listrik di 2030. Ini bisa hemat impor BBM kita, akan kurangi juga devisa sekitar US$ 1 miliar rata-rata sampai 2030 kalau berhasil sesuai dengan target pemanfaatan kendaraan listrik," paparnya dalam kesempatan yang sama.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Investasi US$ 9,8 M, LG Bikin RI Raja Baterai Listrik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular