Pajak Barang Tak Mewah Bakal Turun di Bawah 10%

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
21 May 2021 11:57
Pengunjung memlih pakaian yang dijual di salah satu pusat perbelanjaam di Kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (5/1/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) memberi sinyal bahwa daya beli masyarakat mulai membaik karena salah satu indikatornya yakni inflasi komponen inti tumbuh positif mencapai 0,05 persen pada Desember 2020. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pengunjung memlih pakaian yang dijual di salah satu pusat perbelanjaam di Kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (5/1/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) memberi sinyal bahwa daya beli masyarakat mulai membaik karena salah satu indikatornya yakni inflasi komponen inti tumbuh positif mencapai 0,05 persen pada Desember 2020. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tahun 2022 nanti. Ini untuk menggenjot penerimaan negara yang tidak bisa lagi hanya mengandalkan utang.

Staf Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, mengatakan rencana kenaikan PPN masih dalam pembahasan internal Kemenkeu. Namun, dipastikan bahwa kebijakan ini akan memikirkan ekonomi masyarakat terutama kelas bawah, sehingga kemungkinan akan menerapkan multi tarif PPN.

Dengan multi tarif PPN ini, nantinya tarif pajak untuk kebutuhan pokok bahkan bisa lebih rendah dari saat ini. Di mana, tarif PPN saat ini ditetapkan sebesar 10%.

"Kepada barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat banyak justru bisa dikenai tarif di bawah 10%," ujarnya dalam program CNBC Indonesia, Jumat (21/5/2021).

Sementara itu, kenaikan tarif PPN akan diberikan kepada barang mewah yang biasanya dikonsumsi oleh orang berpenghasilan tinggi atau orang tajir. Dengan demikian, kebijakan perpajakan terutama PPN ini bisa menjadi lebih adil.

"Justru sistem PPN saat ini dirasa kurang adil karena terlalu banyak pengecualian. Nah dengan skema yang baru nanti diharapkan kita bisa menggunakan kebijakan dengan lebih baik terhadap barang jasa yang memang dikonsumsi kelompok masyarakat atas, kebutuhan yang bukan primer itu bisa dikenakan tarif lebih tinggi," jelasnya.

Menurutnya, perencanaan kebijakan ini justru akan lebih baik dari sistem PPN saat ini. Sebab, daya beli dan konsumsi masyarakat kelas bawah tetap terjaga dan di sisi lain penerimaan negara bisa ditingkatkan.

"Ini bagus kan rencana ini untuk meningkatkan penerimaan pajak. Karena kalau kita lihat sendiri rerata tarif PPN 120 negara adalah 15,4%, lalu juga banyak negara menerapkan skema multi tarif," tegasnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PPN Naik Jadi Masalah Serius, Bakal Banyak yang Kena Efeknya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular