
Sri Mulyani Mau Kencangkan Ikat Pinggang, Bisakah?

Namun yang jadi masalah adalah PPh Badan. Hingga Maret 2021, setoran PPh Badan adalah Rp 20,57 triliun, turun 40,48% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumya.
"Banyak korporasi di Indonesia belum sepenuhnya sehat, sehingga pembayaran pajak menurun. Kontraksi dalam di atas 40%. Korporasi belum sepenuhnya sehat," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers APBN Kita edisi April 2021, Kamis (22/4/2021).
Meski begitu, bukan berarti PPh Badan madesu (masa depan suram). Ada harapan perusahaan nasional akan bangkit seiring pemulihan ekonomi Tanah Air.
Ini terlihat dari data aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) yang pada Maret 2021 tercatat 53,2. Naik cukup tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,9 sekaligus menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah pencatatan PMI oleh IHS Markit yaitu sejak April 2011.
"Perbaikan yang menembus rekor ini didorong oleh pertumbuhan pesanan baru (new orders) dan produksi (output), keduanya mencapai angka tertinggi sejak survei dilakukan Produksi meningkat lima bulan beruntun karena dorongan permintaan baru," sebut keterangan tertulis IHS Markit.
Dengan tingginya permintaan dan produksi, perusahaan meningkatkan pemesanan bahan baku. Para responden optimistis bahwa peningkatan produksi akan bertahan lama (sustainable) setidaknya sampai tahun depan.
Ada kabar baik lagi. Peningkatan produksi membuat kapasitas mulai kembali normal sehingga dunia usaha menghentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau merumahkan karyawan. Ini menjadi yang pertama dalam 12 bulan terakhir. Ketika lapangan kerja semakin banyak, setoran PPh Pasal 21 pun bakal terangkat.
"Sektor manufaktur Indonesia mengakhiri kuartal I-2021 dengan rekor tertinggi, di mana perusahaan menggenjot produksi sebagai respons atas peningkatan permintaan. Hasil positif ini memberi harapan bahwa sektor manufaktur akan menjalani tren kenaikan. Dengan kapasitas produksi yang terus bertambah, pasar tenaga kerja mulai stabil dan jika beban kerja terus bertambah maka kita akan melihat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja," papar Andrew Harker, Economics Director di IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Melihat perkembangan itu, maka pemerintah punya ruang untuk menggenjot penerimaan pajak untuk menekan defisit anggaran. Ditambah dengan efsiensi belanja, maka konsolidasi fiskal menjadi optimal.
Namun, ini semua masih serba tidak pasti. Semua akan tergantung dari perkembangan pandemi virus corona.
Apabila pandemi terus terkendali seperti sekarang (bahkan kalau bisa lebih baik lagi), maka ruang untuk konsolidasi fiskal lebih terbuka. Sebab pemerintah tidak perlu menggelontorkan dana besar-besaran untuk penanganan pandemi, baik di bidang kesehatan maupun sosial-ekonomi.
Akan tetapi, kalau virus corona kembali 'menggila' apalagi sampai seperti di India (amit-amit), maka konsolidasi fiskal menjadi sulit dilakukan. Pemerintah masih harus jor-joran keluar duit untuk penanggulangan pandemi dan stimulus fiskal untuk menopang perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)