Simak, Ini Rancangan Skema Baru Tarif Listrik Panas Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kini tengah merancang skema baru tarif listrik energi baru terbarukan (EBT), termasuk panas bumi. Peraturan terkait tarif listrik panas bumi ini diatur dalam bentuk Peraturan Presiden dan kini masih ditelaah oleh Kementerian Keuangan sebelum nantinya ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan skema baru tarif listrik panas bumi ini diharapkan menjadi lebih kompetitif, sehingga keekonomian pengembang juga menjadi lebih baik.
Dia mengakui beberapa wilayah kerja panas bumi (WKP) saat ini terkendala karena aspek keekonomian. Untuk itu, strategi lainnya yang akan didorong yaitu mengembangkan panas bumi pada area yang sudah beroperasi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) skala kecil (small scale) dan sistem binari (binary system), sehingga tidak memerlukan pembangunan infrastruktur baru.
"Pada akhirnya, keekonomiannya menjadi lebih baik, tarifnya akan lebih kompetitif," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (28/04/2021).
Meski kini DPR dan pemerintah juga tengah membahas Rancangan Undang-Undang EBT (RUU EBT), namun menurutnya Rancangan Pepres tarif EBT tidak harus menunggu RUU EBT tuntas.
Panas bumi merupakan harta karun energi negeri ini. Pasalnya, sumber daya yang dimiliki terbesar kedua di dunia, hanya satu tingkat di bawah Amerika Serikat. Indonesia memiliki sumber daya panas bumi sebesar 23.965,5 mega watt (MW), di bawah Amerika Serikat (AS) yang memiliki sumber daya sebesar 30.000 MW.
Tapi sayangnya, pemanfaatan panas bumi di Indonesia masih belum optimal, yakni baru 2.130,7 MW atau hanya 8,9% dari total sumber daya yang ada.
Dengan adanya peraturan baru terkait skema tarif listrik panas bumi, maka diharapkan pemanfaatan panas bumi untuk sektor kelistrikan menjadi lebih optimal dan berkembang.