Revisi UU Migas Belum Kelar, Yakin Bisa Gaet Ribuan Triliun?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
28 April 2021 18:03
Petronas temukan minyak di Madura. (Dok.SKK Migas)
Foto: Petronas temukan minyak di Madura. (Dok.SKK Migas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) hingga kini belum juga tuntas. Padahal, ini sangat dinantikan oleh para pelaku usaha migas.

Adanya revisi UU Migas ini diharapkan akan memberikan kepastian hukum bagi investor, sehingga nantinya juga bisa mendorong investasi di sektor migas. Apalagi, kini Indonesia membutuhkan dana investasi tak tanggung-tanggung, yakni hingga mencapai US$ 187 miliar atau sekitar Rp 2.711 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$) untuk mewujudkan target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang.

Anggota Dewan Energi Nasional Satya W. Yudha mengatakan, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi migas di Indonesia.

Pertama, kejelasan status hukum Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Ini bisa terwujud bila ada kepastian di revisi UU Migas. Pasalnya, dalam Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang telah disahkan akhir tahun lalu tidak disinggung mengenai kejelasan status SKK Migas ini.

"Kita ketahui bahwa status hukum SKK Migas yang belum jelas hingga hari ini. Dengan dibatalkannya pasal mengenai SKK Migas (BP Migas) di UU Migas oleh Mahkamah Konstitusi, hingga hari ini statusnya belum jelas," paparnya dalam webinar, Rabu (28/04/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, tidak hanya status SKK Migas yang belum jelas, kondisi hulu migas juga dipengaruhi oleh situasi pandemi, penurunan produksi, hingga penemuan cadangan yang rendah.

"Belum ditemukan cadangan yang besar dalam beberapa dekade ini, keekonomian lapangan dengan fiscal term seperti saat ini menjadi tidak ekonomis, ini tantangan yang harus dijawab oleh pemerintah demi mencapai 1 juta barel per hari di 2030," jelasnya.

Menurutnya, kebijakan fiskal juga akan mempengaruhi daya tarik investasi di sektor ini.

"Apabila kebijakan fiskal bagus, bisa meningkatkan investasi di migas, menciptakan multiplier effect dan lapangan kerja akan meningkat, meningkatkan produksi migas nasional dan mengurangi impor," tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan SKK Migas saat ini kondisinya "terombang ambing di tengah badai" karena belum adanya kepastian undang-undang yang mengatur kelembagaan SKK Migas.

Namun demikian, pihaknya tetap menjalankan tugas sebaik mungkin guna kelancaran kegiatan hulu migas nasional.

"Setelah dibubarkannya BP Migas, maka kami SKK Migas yang tidak punya UU tetap menjalankan amanah negara, ya terombang-ambing, tapi insya Allah kita jalan terus di tengah badai ini," ungkapnya dalam Webinar Seri-3 Bimasena Energy Dialogue, Jumat (13/11/2020).

Dia mengatakan, mulanya pihaknya berharap kepastian hukum tentang kelembagaan institusi hulu migas ini diatur di dalam UU tentang Cipta Kerja. Namun nyatanya, kejelasan mengenai institusi hulu migas ini tidak jadi dimasukkan di dalam UU Cipta Kerja, tapi malah akan diatur di dalam Revisi UU Migas.

Pihaknya berharap agar UU Migas ini segera direvisi karena saat ini payung hukum kelembagaan SKK Migas hanya bernaung di bawah Peraturan Presiden.

"Kami sangat berharap ini bisa cepat selesai supaya apa yang kami kerjakan ada dasar hukumnya. Walau sekarang sudah ada dasar hukumnya, tapi level dasar hukumnya masih Peraturan Presiden," tuturnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Berisiko Tinggi Alami Tumpahan Minyak dari Kegiatan Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular