
RI Tertinggal, Ini yang Bikin Investor Lirik Migas Malaysia

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi di sektor energi secara global kini lebih intensif ke arah Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun demikian, berbagai negara tetap berlomba mendapatkan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas).
Indonesia juga tidak ketinggalan turut memperebutkan investasi di sisi hulu migas. Namun sayangnya, kondisi objektif terkait indeks daya saing industri hulu migas RI saat ini masih rendah.
Berdasarkan data Wood Mackenzie, negara-negara yang punya daya tarik investasi tinggi di sektor hulu migas antara lain Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Norwegia. Di Asia Tenggara, daya tarik investasi hulu migas di Malaysia bahkan lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Daya tarik investasi migas RI hanya lebih tinggi dibandingkan Iraq maupun Brazil.
Padahal, Indonesia butuh investasi sebesar US$ 187 miliar atau sekitar Rp 2.711 triliun (asumsi kurs Rp 14.500 per US$) untuk mengejar produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang.
Di balik tingginya daya tarik investasi hulu migas di negara-negara tersebut, ternyata ada faktor pemicunya, antara lain kontrak bagi hasil dan insentif yang disediakan negara terhadap kontraktor migasnya.
Berikut beberapa contoh syarat dan ketentuan (term & condition) kontrak hulu migas di sejumlah negara:
- Malaysia:
Meniadakan bonus tanda tangan (signature bonus) dan split (bagi hasil migas) untuk kontraktor dapat mencapai 80%.
- Thailand:
Bonus tanda tangan (signature bonus) dapat dinegosiasikan dengan angka minimum US$ 330 ribu. Lalu, partisipasi lokal 5%.
- Vietnam:
Bagi hasil (split) kontraktor bisa mencapai 80%.
- Timor Leste:
Split kontraktor 60% dan tidak ada signature bonus.
- Australia:
Tidak ada signature bonus dan partisipasi lokal.
Anggota Dewan Energi Nasional Satya W. Yudha berharap agar investasi di tahun 2021 ini bisa kembali meningkat. Imbas dari pandemi Covid-19 dan anjloknya harga minyak menurutnya memang membuat investasi turun tajam.
"Mudah-mudahan ada tren positif di 2021 ini," ujarnya dalam webinar, Rabu (28/04/2021).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, secara persentase konsumsi migas akan menurun, akan tetapi secara volume akan terus naik.
Indonesia juga memiliki potensi migas yang sangat besar, terlihat dari adanya 128 cekungan hidrokarbon, namun yang baru diproduksi baru sebanyak 20 cekungan, 27 cekungan lainnya sudah ada temuan tapi belum diproduksi, lalu 13 cekungan belum ada temuan, dan 68 cekungan belum di bor eksplorasi sama sekali.
"Potensi besar industri hulu migas perlu investasi besar, tapi risikonya tinggi dan persaingan antarnegara meningkat," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Revisi UU Migas Belum Kelar, Yakin Bisa Gaet Ribuan Triliun?
