Internasional

Rakyat Myanmar Kecam Konsensus ASEAN-Junta Militer, Kok Bisa?

Ratu Rina, CNBC Indonesia
25 April 2021 12:30
A crowd of protesters fill a street and a bridge in Mandalay, Myanmar on Sunday, Feb. 7, 2021. Tens of thousands of people rallied against the military takeover in Myanmar's biggest city on Yangon Sunday and demanded the release of Aung San Suu Kyi, whose elected government was toppled by the army that also imposed an internet blackout. (AP Photo)
Foto: AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - Orang-orang di Myanmar mengkritik kesepakatan antara bos junta militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, dan para pemimpin Asia Tenggara. Kecaman muncul di media sosial setempat.

Ini terjadi pasca KTT ASEAN dilakukan di Jakarta, Sabtu (24/4/2021). Meski dalam konferensi itu, Min Aung Hlaing, setuju untuk mengakhiri kekerasan ke warga tetapi tak ada peta jalan tentang bagaimana cara mewujudkannya.

"Pernyataan ASEAN adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun, dikutip Reuters, Minggu (25/4/2021).

"Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu."

ASEAN memang mencapai lima poin consensus pada pertemuan itu. Yakni mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi dialog, penerimaan bantuan dan kunjungan utusan ke Myanmar.

Namun, poin yang dibuat menyebutkan pembebasan tahanan politik. Padahal para pemimpin sipil yang partainya memenangkan Pemilu 2020, termasuk Aung San Suu Kyi, telah ditahan sejak 1 Februari lalu.

AAPP, sebuah kelompok aktivis Myanmar, menyebutkan lebih dari 3.300 ditahan. Bukan hanya politisi, penahanan juga dilakukan pada dokter, akademisi, hingga selebriti yang menentang junta.

"Pernyataan tersebut tidak mencerminkan keinginan orang Myanmar mana pun," tulis Nang Thit Lwin dalam komentarnya di sebuah berita di media domestik Myanmar tentang kesepakatan ASEAN.

"Untuk membebaskan narapidana dan tahanan, untuk bertanggung jawab atas nyawa yang meninggal, untuk menghormati hasil pemilihan dan memulihkan pemerintahan sipil yang demokratis."

Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, malah menyindir dengan angka korban tewas. "Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa tak berdosa," ujarnya mengungkit kjematian 748 orang sejak gerakan pembangkangan sipil massal melawan junta meletus.

Sementara itu, pemerintahan banyangan Myanmar, National Unity Government (NUG), dalam wawancara dengan Nikkei Asia mengatakan pihaknya tak yakin junta berpegang pada janjinya. NUG terdiri dari tokoh-tokoh pro-demokrasi, sisa-sisa pemerintahan Suu Kyi yang digulingkan, dan perwakilan kelompok etnis bersenjata.

"Kami menantikan tindakan tegas oleh ASEAN untuk menindaklanjuti keputusannya dan memulihkan demokrasi kami," kata Dr. Sasa, juru bicara NUG.

Selain Jenderal Junta, hadir pula para pemimpin Indonesia, Vietnam, Singapura, Malaysia, Kamboja, dan Brunei Darussalam. Termasuk Menteri Luar Negeri Laos, Thailand, dan Filipina.

Militer telah mempertahankan kudeta tersebut dengan menuduh bahwa kemenangan telak oleh partai Suu Kyi pada pemilihan November adalah penipuan. Padahal komisi pemilihan menolak dan pemantau internasional membantah hal tersebut.

Pertemuan ASEAN adalah upaya internasional terkoordinasi pertama untuk meredakan krisis di Myanmar. Selain protes, kematian dan penangkapan, pemogokan nasional telah melumpuhkan kegiatan ekonomi.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Myanmar Membara Lagi, Pro Junta Militer Diserang Granat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular