Dear Pak Jokowi, DPR & Para Pakar Tolak Pindah Ibu Kota

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
21 April 2021 07:00
Desaiin Garuda Istana Negara Ibu Kota Baru (Instagram/@Jokowi)
Foto: Desaiin Garuda Istana Negara Ibu Kota Baru (Instagram/@Jokowi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemindahan ibu kota negara (IKN) dinilai tidak terlalu penting untuk dilakukan di tengah pandemi yang belum berakhir. Dinilai tidak akan menguntungkan ekonomi, sejumlah ekonom hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak pemindahan IKN ke Kalimantan Timur.

Ekonom Senior Emil Salim mengatakan pemindahan ibu kota negara diperkirakan tidak akan memberi hasil pemerataan dan penurunan ketimpangan ekonomi di tanah air. Karena, pembangunan ibu kota baru dimulai dari nol.

"Membangun ibu kota negara di tengah pulau belum ada jaminan meratakan pembangunan. Jadi, harus realistis," jelas Emil pada sebuah tayangan webinar, yang dikutip CNBC Indonesia, Rabu (21/4/2021).

Dana untuk pemindahan IKN yang diperkirakan mencapai Rp 466 triliun, menurut Emil akan lebih berdampak positif jika digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Kondisi pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian tidak berjalan sama seperti sebelumnya. Sebab upaya penanganan pandemi telah membuat pembatasan kegiatan manusia dan digitalisasi berkembang pesat. Oleh karena itu diperlukan pendidikan yang memadai sehingga kualitas SDM bisa berkembang.

"Untuk mengatasi pandemi dibutuhkan test, tracing, dan treatment, mohon pahami kondisi departemen kesehatan yang sedang kesulitan luar biasa."

"Perlu uang besar besaran dalam sektor pendidikan. Walaupun ada Covid perbaiki infrastruktur telekomunikasi, listrik dan infrastruktur lain. Kita menghadapi pukulan pendidikan pada saat yang strategis," kata Emil menegaskan.

Bila pemerintah tidak bisa mengoptimalkan bonus demografi maka Indonesia akan sulit untuk mencapai target Indonesia Emas di tahun 2045. Menurut Emil, posisi kualitas SDM Indonesia masih untuk industri 2.0 belum mencapai 4.0.

Mantan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup era Soeharto, itu juga berpandangan, ketika pemindahan IKN terjadi, sejumlah gedung kementerian/lembaga yang selama ini jadi ikon pembangunan Indonesia akan berubah makna dan fungsinya. Padahal, gedung-gedung itu punya nilai sejarah yang besar.

Pada kesempatan yang sama, Ekonom INDEF M. Rizal Taufikurahman menilai pemindahan ibu kota dari dua sisi, keuntungan dan kerugian. Dari sisi keuntungan, akan menggerakkan pertumbuhan beberapa sektor industri, misalnya menguntungkan sektor konstruksi pada jangka pendek.

Dari sektor konstruksi tersebut juga dipastikan ada penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan sektor konsumsi dari bahan-bahan konstruksi yang dibutuhkan dalam pembangunan IKN.

Pada jangka menengah dan panjang, bisa mendorong geliat industri lain, misalnya consumer, perumahan, dan lainnya.Tapi secara menyeluruh, Rizal menilai pemindahan ibu kota negara tidak menguntungkan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Dampaknya kemungkinan hanya bisa dinikmati pada kenaikan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur dan kota-kota di sekitarnya saja," tuturnya.

"Dampak ke pertumbuhan ekonomi nasionalnya kecil sekali, 0,02%, baik jangka pendek maupun jangka panjang, meski kalau terhadap ekonomi Kalimantan 2,85% sampai 3,61%. Ini tidak ada artinya bagi ekonomi nasional," kata Rizal melanjutkan.

Begitu juga dengan target menurunkan ketimpangan. Hal ini tak serta merta bisa turun karena yang terbangun cuma Kalimantan Timur sehingga peningkatan status ekonomi masyarakat kemungkinan cuma terjadi di wilayah tersebut.

Menurut Rizal, saat ini pemerintah seharusnya fokus pada penanganan dampak pandemi covid-19 karena hal ini menjadi penentu pembangunan dan pencapaian ekonomi Indonesia ke depan.

Penolakan pemindahan IKN juga datang dari Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron.

Herman menjelaskan, belum ada pembicaraan yang jelas dan final antara pemerintah dan badan legislatif. Menurutnya, DPR sebenarnya juga masih melihat pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur terlalu jauh dan tidak rasional.

"Lebih mempertimbangkan logis atau tidak logis dan perlu atau tidak perlunya memindahkan ibu kota negara dengan berbagai pertimbangan. Memang pernah dibicarakan, tapi belum ada kelanjutannya," pungkasnya.

Sejumlah Pertimbangan Sebelum Pindahkan IKN

Senada dengan Emil Salim, Pendiri Narasi Institute sekaligus Ekonom Senior, Fadhil Hasan menilai pemindahan ibu kota negara tidak perlu dilakukan mulai tahun ini karena penanganan pandemi belum selesai.

Penanganan pandemi seharusnya menjadi prioritas karena dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat, seperti pengurangan pendapatan, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga jurang ketimpangan yang semakin dalam.

"Pemerintah sebaiknya menunda rencana pemindahan ibu kota negara sampai penanganan covid-19 selesai. Sosialisasinya juga masih rendah saat ini," ungkap Fadhil dalam diskusi yang sama.

Fadhil juga menilai pemerintah belum punya dasar hukum yang jelas dan sah berlaku untuk memindahkan ibu kota negara. Buktinya, rancangan undang-undang (RUU) masih dibahas dengan DPR.

Kendati demikian, pemerintah justru tetap mengikuti ego sendiri untuk meneruskan rencana pemindahan ibu kota negara dengan melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) di kawasan calon ibu kota baru.

"Peletakan batu pertama pembangunan ibu kota ini dilakukan tanpa ada payung hukumnya. Bagaimana jika DPR tidak menyetujui pemindahan ibu kota tersebut?" ucapnya.

Hal lain yang disoroti Fadhil adalah alasan pemindahan karena Jakarta belum akan menjadi solusi mengurangi beban ibu kota dalam perannya sebagai ibu kota negara, pusat bisnis, hingga pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Belum lagi berbagai masalah sosial, budaya, dan lingkungan di dalamnya.

"Alasan over capacity Jakarta terkesan pemerintah ingin menghindari upaya mengatasi persoalan yang dihadapi Jakarta, dan jika pindah pun belum tentu persoalan Jakarta akan terselesaikan," ujarnya.

Kalau pun pemerintah ingin melakukan pemerataan ekonomi dan pembangunan di daerah luar Jakarta dan luar Jawa, kata Fadhil sebenarnya tujuan ini tetap bisa dilakukan tanpa memindahkan ibu kota.

Caranya, dengan memberikan dana transfer ke daerah yang lebih besar dan lainnya.

Ada pula kekhawatirannya terhadap peningkatan beban utang ke depan lantaran pemindahan ibu kota negara tetap membutuhkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Padahal, beban utang Indonesia saat ini sudah cukup besar dan terus meningkat.

"Diperkirakan (utang) akan berjumlah Rp10 ribu pada 2024, ini sudah cukup membebani perekonomian," tuturnya.

Di kala sumber daya terbatas dan negara dihadapkan pada penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi, membangun ibu kota baru sungguh bukan prioritas yang tepat dan langkah yang benar. Legacy yang ingin ditorehkan Jokowi akan berakhir sebagai misery bagi masyarakat.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular