Sederet Aset Negara Dikelola Trah Soeharto Direbut Jokowi

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
20 April 2021 07:20
Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
Foto: Taman Mini Indonesia Indah (TMII). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersiap untuk merebut aset yang dikelola mantan Presiden Soeharto. Bukan hanya Taman Mini Indonesia Indah (TMII), tapi juga Gedung Granadi dan Villa Megamendung.

Jokowi bisa dibilang termasuk presiden yang berani mengambil langkah untuk merebut dan mengelola berbagai aset tersebut. Pasalnya, beberapa dekade hal ini dibiarkan begitu saja oleh para pemimpin negara sebelumnya.


Pengambilalihan aset taman mini sudah dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang mengambil alih pengelolaan TMII yang diterbitkan Presiden Joko Widodo. TMII dikelola selama 44 tahun oleh Yayasan Harapan Kita selama 44 tahun, lembaga yang didirikan Istri Presiden RI kedua Soeharto, Tien Soeharto, melalui Keputusan Presiden (Keppres) 51 Tahun 1977.

Dalam proses pengambilalihan ini, taman miniatur Indonesia itu tetap beroperasi seperti biasa. Hanya saja, Yayasan Harapan Kita harus memberikan laporan pengelolaan selama ini kepada tim transisi dalam jangka waktu tiga bulan.

"Dalam masa transisi, TMII tetap beroperasi. Staf bekerja biasa, mendapat hak keuangan dan fasilitas seperti biasa, tidak ada yang berubah. Dan nanti tentu saja kita berkomitmen untuk tim transisi kami beri tugas bagaimana memikirkan inovasi manajemen dan kesejahteraan," kata Mensetneg Pratikno, dikutip Selasa (20/4/2021).

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, mencatat aset tanah yang ada di TMII bernilai Rp 20,5 triliun. Aset lainnya seperti dari bangunan milik 10 kementerian/lembaga, museum yang dan 31 anjungan milik Pemda masih dihitung nilainya.

Pemerintah geram karena aset TMII tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), walaupun pajak tetap dibayarkan. Diharapkan nanti setelah menjadi milik pemerintah bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara.

"Penerimaan negara ada dua pajak dan non pajak. Selama ini memang PNBP tidak pernah disetorkan," kata Direktur Barang Milik negara DJKN, Encep Sudarwan pekan lalu.

Lebih lanjut, Encep mengatakan nantinya TMII akan dikelola oleh BUMN, di mana kemungkinan terbesar akan diberikan ke PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWC). Namun, sejauh ini masih ada juga opsi pengelolaan diberikan ke PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).

"Kementerian Sekretariat Negara bukan ahli di bidang pariwisata untuk mengelola TMII, sehingga akan melakukan kerja sama dengan BUMN. Nanti akan kita lihat, tapi kemungkinan TWC," ujar Encep.

Kendati begitu, sejauh ini belum ada keputusan resmi. Begitu juga proposal pengajuan rencana pengelolaan TMII oleh kedua belah pihak.

Yayasan Harapan kita tidak pernah bayar PNBP karena dalam Keppres 51 tahun 1977 belum diatur soal PNBP. Menurut Encep jika sudah diambil alih akan jelas kontribusi PNBP terkait kontribusi penggunaan aset Barang Milik negara.

Halaman 2>>>


Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengemukakan salah satu pertimbangan pemerintah mengambil alih TMII karena faktor kerugian yang dialami setiap tahun. Bahkan,  mencapai Rp 50 miliar.

"Ada kerugian antara Rp 40-50 miliar per tahun. Itu jadi pertimbangan," kata Moeldoko, Jumat (9/4/2021).

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama juga membenarkan. Yayasan Harapan Kita, kata dia, tidak pernah menyetorkan PNBP.

"Benar tidak pernah menyetorkan pendapatan kepada kas negara," kata Satya kepada CNBC Indonesia.

Sementara, Sekretaris Yayasan Harapan Kita, Tira Sasangka Putra mengatakan, selama 44 tahun mengelola TMII pihaknya tidak pernah menggunakan anggaran negara.
Pendanaannya dibiayai langsung oleh Yayasan Harapan Kita tanpa bantuan anggaran dari pemerintah.

Tria mengatakan, selama mengemban tugas mengelola TMII, Yayasan Harapan Kita tidak pernah mengajukan kebutuhan anggaran kepada negara. Yayasan Harapan Kita, lanjutnya, menanggung segala kebutuhan untuk TMII.

"Yayasan Harapan Kita sebagai penerima tugas negara tidak pernah mengajukan atau meminta kebutuhan anggaran dari pengelolaan TMII kepada negara atau pemerintah sesuai amanat Keppres No 51 Tahun 1977," ujarnya.

Tentunya tidak selamanya pemasukan yang diperoleh badan pelaksana pengelola TMII dapat mencukupi kebutuhan operasional TMII ini," tuturnya.

Halaman 3>>

Direktur Barang Milik Negara DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan mengungkap Gedung Granadi di Jakarta Selatan dan aset di Megamendung, Bogor, Jawa Barat berpotensi diambil alih. Pasalnya, keduanya berstatus barang milik negara (BMN) yang seharusnya pengelolaannya membuat pemerintah menerima pemasukan sehingga perlu dikelola oleh pemerintah melalui DJKN Kemenkeu.

Gedung Granadi dan Villa Mega Mendung dikelola oleh Yayasan Supersemar yang dimiliki Soeharto. Tapi saat ini kedua aset itu dalam penyitaan negara pada 2018 terkait kasus hukum penyelewengan anggaran negara.

"Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN. Sepanjang BMN apapun juga ada pengelolanya. Jadi pasti dikelola DJKN," kata Encep.

Kedua aset itu sendiri disita oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sejauh ini PN Jaksel telah menyita aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Sementara Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular