Hanya Jokowi yang Berani Rebut Aset Negara dari Anak Soeharto

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
19 April 2021 03:50
Pengunjung berjalan di depan taman legenda di TMII, Jakarta, Kamis (8/4/2021). Pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyampaikan pengambilalihan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang selama ini dikuasai Yayasan Harapan Kita milik keluarga mantan Presiden Suharto. TMII merupakan aset negara dan mulai tahun ini, pengelolaan aset negara itu diambil alih Kemensetneg. Mensesneg Pratikno menjelaskan, TMII sebelumnya dikelola selama hampir 44 tahun oleh Yayasan Harapan Kita. Untuk diketahui Yayasan Harapan Kita didirikan oleh istri Presiden RI ke-2 Soeharto, Tien Soeharto (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Taman Mini Indonesia Indah (TMII). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah bersiap untuk mengambil alih sejumlah aset yang dikelola mantan Presiden Soeharto, dari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang tengah ramai diperbincangkan sampai ke Gedung Granadi dan Vila Megamendung.

Pengambil alihan aset taman mini sudah dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang mengambil alih pengolahan TMII yang diterbitkan Presiden Joko Widodo. Jokowi bisa dibilang termasuk presiden yang berani setelah beberapa dekade dibiarkan begitu saja oleh para penguasa sebelumnya.

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dikelola oleh Yayasan Harapan Kita selama 44 tahun. Yayasan ini didirikan oleh Istri Presiden RI ke dua Soeharto, yakni Tien Soeharto melalui Keputusan Presiden (Keppres) 51 Tahun 1977.

Dalam proses pengambilalihan ini, taman miniatur Indonesia itu tetap beroperasi seperti biasa. Hanya saja. Yayasan Harapan Kita harus memberikan laporan pengelolaan selama ini kepada tim transisi dalam jangka waktu tiga bulan.

"Dalam masa transisi, TMII tetap beroperasi. Staf bekerja biasa, mendapat hak keuangan dan fasilitas seperti biasa, tidak ada yang berubah. Dan nanti tentu saja kita berkomitmen untuk tim transisi kami beri tugas bagaimana memikirkan inovasi manajemen dan kesejahteraan," kata Mensetneg Pratikno, (8/4/2021).

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, mencatat aset tanah yang ada di TMII bernilai Rp 20,5 triliun. Aset lainnya seperti dari bangunan milik 10 kementerian/lembaga, museum yang dan 31 anjungan milik Pemda masih dihitung nilainya.

Pemerintah geram karena aset TMII tidak pernah menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), walaupun pajak tetap dibayarkan. Diharapkan nanti setelah menjadi milik pemerintah bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara.

"Penerimaan negara ada dua pajak dan non pajak. Selama ini memang PNBP tidak pernah disetorkan," kata Direktur Barang Milik negara DJKN, Encep Sudarwan pekan lalu.

Yayasan Harapan kita tidak pernah bayar PNBP karena dalam Kepres 51 tahun 1977 belum diatur soal PNBP. Menurut Encep jika sudah diambil alih akan jelas kontribusi PNBP terkait kontribusi penggunaan aset Barang Milik negara.

Kerugian Negara Rp 40 - 50 Miliar Per Tahun

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengemukakan salah satu pertimbangan pemerintah mengambil alih TMII karena faktor kerugian yang dialami setiap tahun mencapai Rp 50 miliar.

"Ada kerugian antara Rp 40-50 miliar per tahun. Itu jadi pertimbangan," kata Moeldoko, Jumat (9/4/2021).

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama juga membenarkan kalau Yayasan Harapan Kita tidak pernah menyetorkan PNBP. "Benar tidak pernah menyetorkan pendapatan kepada kas negara," kata Satya kepada CNBC Indonesia.

Pendanaan TMII Tidak Pernah Memakai Uang Negara

Sementara, Sekretaris Yayasan Harapan Kita, Tira Sasangka Putra mengatakan, selama 44 tahun mengelola TMII pihaknya tidak pernah menggunakan anggaran negara.

"Pendanaannya dibiayai langsung oleh Yayasan Harapan Kita tanpa bantuan anggaran dari pemerintah," kata Tria dalam jumpa pers di TMII, Jakarta Timur, seperti dikutip dari detikcom, Minggu (11/4/2021).

Tria mengatakan, selama mengemban tugas mengelola TMII, Yayasan Harapan Kita tidak pernah mengajukan kebutuhan anggaran kepada negara. Yayasan Harapan Kita, lanjutnya, menanggung segala kebutuhan untuk TMII.

"Yayasan Harapan Kita sebagai penerima tugas negara tidak pernah mengajukan atau meminta kebutuhan anggaran dari pengelolaan TMII kepada negara atau pemerintah sesuai amanat Keppres No 51 Tahun 1977. Tentunya tidak selamanya pemasukan yang diperoleh badan pelaksana pengelola TMII dapat mencukupi kebutuhan operasional TMII ini," tuturnya.

Gedung Granadi Sampai Vila Megamendung Diambil Alih

Setelah mengambil alih pengelolaan TMII, Pemerintah juga akan mengambil alih aset gedung Granadi dan Vila Megamendung. Kedua aset ini dimiliki Yayasan Supersemar yang dimiliki Soeharto, tapi saat ini dua aset itu dalam penyitaan negara pada 2018 terkait kasus hukum penyelewengan anggaran negara.

Direktur Barang Milik negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan mengatakan barang yang sudah disita oleh negara itu otomatis menjadi BMN yang dikelola pemerintah.

"Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara)," tuturnya.

Sejauh ini PN Jaksel telah menyita aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Sementara Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saat Jokowi Berani Ambil Aset Negara dari Keluarga Soeharto

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular