Saat Luhut Blak-blakan soal OTT KPK hingga 'Harta Karun' RI

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
14 April 2021 09:05
Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook dengan tema
Foto: Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook dengan tema " Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia 2021". (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ikut masuk dalam perencanaan proyek besar RI. Luhut menyebutkan beberapa proyek itu seperti kereta cepat Jakarta-Bandung, Batam Logistic Ecosystem, juga lumbung ikan.

"Kita lihat proyek kereta api cepat Jakarta - Bandung. Banyak yang bisa dihemat dari sana, kalau KPK ikut dalam perencanaan. Melihat sendiri. Juga seperti pelabuhan nasional single window yang ada di Batam," kata Luhut dalam Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Stranas PK 2021-2022, Selasa (13/4/2021).

Luhut menjelaskan supaya banyaknya megaproyek di Indonesia yang sedang berjalan saat ini butuh pengawasan dan pencegahan, agar tidak menjadi bahan korupsi ke depan. Makanya ditekankan KPK juga harus fokus pada pencegahan bukan pada penindakan seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Dia meminta pada jajaran KPK untuk mengedepankan pencegahan. Jangan dibiarkan orang melihat kesempatan untuk melakukan korupsi. Luhut bercerita dari 7 tahun di kabinet ini pencegahan korupsi baru berjalan saat-saat ini saja.

"Maaf kalau boleh sedikit terbuka, OTT itu menurut saya wah-nya tidak ada, tidak seperti yang kita harapkan membuat orang yang korupsi kapok," jelas mantan Dubes RI untuk Singapura ini.

Dia menegaskan, KPK bisa memainkan peran penting pencegahan sehingga bisa menurunkan kasus korupsi di Indonesia selain OTT. Luhut bilang bila korupsi dapat ditekan, tentu bisa menciptakan penghematan dan efisiensi pembangunan.

"KPK ini super sakti kalau bisa memainkan peran yang pas terkait pencegahan tentu bisa menurunkan korupsi, tapi kalau hanya penindakan terus itu tidak akan arif," katan mantan Menkopolhukam ini.

Adapun fokusnya juga pada proyek Batam Logistic Ecosystem (BLE). Menurut dia, banyak yang menolak proyek ini sehingga butuh pengawasan dari KPK.

"Saya mau KPK ikut di dalam ini supaya jalan. Karena banyak yang mau ini tidak jalan untuk proyek BLE. Kenapa karena itu sumber korupsi sangat banyak," jelas Luhut.

Padahal, tegasnya, BLE itu merupakan bagian dari program National Logistic Ecosystem (NLE) yang akan diterapkan pada delapan pelabuhan. Cita-citanya dari NLE dapat menekan biaya logistik agar bersaing dengan negara tetangga. Saat ini biaya logistik RI lebih mahal 10% dari negara tetangga.

NEXT: Upaya Tingkatkan TKDN dan Tanah Jarang

Luhut juga bicara mengenai meningkatkan produksi dalam negeri. Hal ini karena penggunaan barang dan jasa impor masih besar terhadap belanja modal pemerintah pusat.

Dia mengungkapkan masalah penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada belanja barang pemerintah pusat yang masih ada barang atau jasa impor. Nilai barang dan jasa impor per tahun bisa sebesar Rp 225 triliun di APBN.

Dari belanja modal dan barang pemerintah mencapai Rp 1.300 triliun per tahun, ada 45 item besar yang memakan banyak anggaran, dan hampir semua barang-barang tersebut harus diimpor.

"Mengenai TKDN, itu kita punya belanja modal dan barang Rp 1.300 triliun satu tahun. Dari Rp 1.300 triliun itu kami identifikasi itu ada 45 item yang besar, nilainya kira-kira US$ 34 miliar. Itu kita impor, hampir semua," kata Luhut.

Dari jumlah itu sebanyak 25 barang-barang tersebut, ada 17 item yang harusnya bisa diproduksi di dalam negeri. Bila ditotal-total 17 item itu nilainya mencapai Rp 225 triliun.

Luhut juga menginginkan adanya penataan ekspor. Ia melihat banyaknya hasil bumi yang langka khususnya mineral tanah jarang atau rare earth yang diekspor secara tidak jelas. Rare earth selama ini jadi 'harta karun' Indonesia yang potensial.

"Karena di sana banyak rare earth yang diekspor dengan tidak jelas. Dan kemarin satu ada yang ditangkap itu ternyata didapat apa di dalam apa, tapi yang dilaporkan beda," tegas Jenderal TNI (HOR, kehormatan) tersebut.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular