LPS dan 'Koentji Sakti' Penanganan Pandemi Covid-19

Herdaru Purnomo & Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 March 2021 12:27
Swab Test
Ilustrasi Tenaga Kesehatan (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah krisis yang sempurna bin paripurna. Tidak hanya membuat banyak orang jatuh sakit bahkan kehilangan nyawa, pandemi terbesar dalam seabad terakhir ini juga membuat ekonomi 'mati suri'.

Per 28 Maret 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh negara adalah 126.359.540 orang. Bertambah 565.997 orang dari hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (15-28 Maret 2021), rata-rata penambahan pasien baru adalah 508.187 orang per hari. Jauh lebih tinggi dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 414.792 orang setiap harinya.

Korban jiwa juga semakin bertambah. Per 28 Maret 2021, pasien meninggal akibat virus corona di seluruh negara berjumlah 2.769.473 orang. Bertambah 9.997 orang dari hari sebelumnya.

Selama dua pekan terakhir, rata-rata pasien tutup usia bertambah 8.918 orang per hari. Naik dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 8.572 orang per hari.

Di Indonesia, pagebluk virus corona pun masih membayangi. Per 28 Maret 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona di Tanah Air adalah 1.496.085 orang. Bertambah 4.083 orang dari hari sebelumnya.

Selama 14 hari terakhir, rata-rata tambahan pasien positif tercatat 5.474 orang per hari. Melandai dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 6.059 orang per hari.

Sedangkan jumlah pasien meninggal akibat virus corona di Indonesia per 28 Maret 2021 adalah 40.449 orang. Bertambah 85 orang dari hari sebelumnya.

Dalam dua pekan terakhir, rata-rata penambahan pasien positif adalah 145 orang per hari. Turun dibandingkan rata-rata dua minggu sebelumnya yakni 161 orang setiap harinya.

Namun satu nyawa tidak ternilai harganya. Satu orang meninggal sudah terlalu banyak...

Halaman Selanjutnya --> Ekonomi Lumpuh, Rakyat Mengaduh

Di hampir seluruh negara di dunia, penyebaran virus corona coba diredam dengan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Virus ini mudah menyebar seperti influenza, sehingga interaksi dan kontak antar-manusia harus dibatasi, apalagi dalam kerumunan dalam jarak dekat di ruangan tertutup.

Inilah yang membuat kegiatan belajar-mengajar di banyak negara masih dilakukan secara jarak jauh, belum bisa tatap muka di kelas. Aktivitas di tempat kerja pun dibatasi, sebagian karyawan masih bekerja dari rumah (work from home). Sementara kegiatan seni-budaya seperti konser musik belum bisa berlangsung guyub seperti dulu.

Pembatasan aktivitas publik membuat ekonomi tertekan dari dua sisi sekaligus, produksi (supply) dan permintaan (demand). Karyawan yang belum bisa bekerja seluruhnya membuat produksi barang dan jasa menjadi seadanya, tidak bisa sesuai kapasitas penuh. Permintaan pun merosot, karena masyarakat masih menghabiskan banyak waktu di rumah.

Di Indonesia, kegiatan warga di rumah masih lebih tinggi ketimbang hari-hari biasa. Sementara aktivitas di pusat perbelanjaan ritel dan lokasi wisata, tempat transit (stasiun, halte, terminal, dan sebagainya), hingga tempat kerja masih di bawah normal.

Padahal mobilitas masyarakat adalah kunci pertumbuhan ekonomi. Masih terbatasnya aktivitas masyarakat di luar rumah membuat ekonomi Indonesia menciut, menyusut, mengkerut.

Dalam tiga kuartal terakhir 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air tumbuh negatif alias terkontraksi. Kemungkinan kontraksi ekonomi masih berlanjut pada kuartal I-2021. Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Januari-Maret 2021 di kisaran -0,1% sampai -1%.

Indikator kesejahteraan rakyat pun merosot akibat pandemi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat 29,12 juta penduduk usia kerja yang mengalami dampak pandemi virus corona per Agustus 2020. Perinciannya adalah:

  •  2,56 juta penduduk menjadi pengangguran.
  • 0,76 juta penduduk menjadi bukan angkatan kerja.
  • 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja.
  • 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja (shorter hours).

Angka kemiskinan pun melonjak. Per September 2020, tingkat kemiskinan Indonesia berada di 10,19%, tertinggi sejak Maret 2017.

Halaman Selanjutnya --> Masyarakat Gemar Menabung

Ketidakpastian ekonomi (apakah besok masih bisa mendapat penghasilan atau tidak), membuat masyarakat memilih menabung ketimbang membelanjakan uangnya. Maklum, tabungan sangat dibutuhkan dalam situasi yang tidak diinginkan. Kalau besok jadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan, maka harus ada uang untuk menyambung hidup, dan itulah gunanya tabungan.

Saat pandemi sedang ganas-ganasnya tahun lalu, tabungan masyarakat meningkat pesat. Mengutip data Bank Indonesia (BI), pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk menabung sempat berada di atas 20%, tertinggi sejak 2017.

Akan tetapi, memasuki 2021, mulai ada perubahan. Pada 13 Januari 2021, Indonesia sudah memulai vaksinasi anti-virus corona.

Our World in Data mencatat, total vaksin yang telah disuntikkan ke lengan rakyat Ibu Pertiwi per 27 Maret 2021 adalah 10,43 juta dosis. Indonesia berada di peringkat ke-9 dunia dalam hal vaksinasi.

coronaFoto: Our World in Data
corona

Sedikit demi sedikit 'keran' aktivitas masyarakat mulai dibuka. Melalui Pemberlakuan Pembatasan Kebijakan Masyarakat (PPKM) Mikro, karyawan yang datang ke kantor atau pabrik sudah boleh 50%. Restoran pun sudah boleh menerima pelanggan yang maka-minum di tempat dengan kapasitas 50%.

Bahkan kegiatan belajar-mengajar akan segera dilakukan tatap muka, dengan pilot project di perguruan tinggi/akademi yang nantinya diatur dengan peraturan daerah. Kegiatan sosial-budaya pun sudah bisa dilakukan, dengan dasar hukum peraturan daerah.

coronaSumber: KPCPEN

Lambat laun, 'roda' ekonomi mulai berputar. Masyarakat yang awalnya gemar menabung (sikap yang bagus dalam kondisi normal) kini mulai percaya diri dengan kondisi ekonomi sehingga berani berbelanja.

Plus, ada peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga. Sejak awal 2020, LPS telah menurunkan suku bunga penjaminan alias LPS Rate sebesar 200 basis poin (bps).

Penurunan LPS Rate membuat menyimpan uang di bank menjadi kurang menarik. Sebab, suku bunga simpanan yang dijamin oleh LPS kini hanya 4,25%. Kalau lebih dari itu, maka dana nasabah tidak akan dijamin LPS jika sampai terjadi apa-apa terhadap bank.

Saat menabung menjadi kurang menarik, simpanan masyarakat di perbankan mulai berkurang. LPS melaporkan total Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan nasional per Januari 2021 bernilai Rp 6.548,77 triliun. Turun 1,43% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month).

Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year), DPK memang masih tumbuh 10,46%. Namun lajunya melambat dibandingkan Desember 2020 yang tumbuh 11,07%. Pertumbuhan 10,46% adalah yang terendah sejak Juli 2020.

Semakin sedikit uang yang ditabung, maka niscaya porsi untuk konsumsi akan meningkat. BI mencatat alokasi pendapatan konsumen yang dipakai untuk berbelanja pada Februari 2021 mencapai 73,5%, tertinggi setidaknya sejak 2012.

Halaman Selanjutnya --> LPS Janjikan Insentif Buat Bank

Selain vaksinasi, kunci penting pemulihan ekonomi adalah perbankan. Sebab, perbankan adalah 'urat nadi' perekonomian yang menyalurkan 'darah' berupa kredit kepada dunia usaha dan rumah tangga untuk melakukan ekspansi.

Penyaluran kredit perbankan pada Februari 2021 adalah Rp 5.417,3 triliun. Turun 2,3% year-on-year, lebih dalam ketimbang kontraksi Januari 2021 yang minus 2,1%.

Di sini pula LPS bisa memainkan peran penting. Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner LPS, menjanjikan insentif bagi bank yang bersedia menggenjot penyaluran kredit.

"Saya tantang perbankan. Kalau Anda mulai menyalurkan kredit, saya melihat angka pertumbuhan bergerak positif, kami akan melakukan perhitungan ulang (iuran premi simpanan). Ini saatnya LPS membantu sistem perekonomian dengan kurangi atau hilangkan, bebaskan satu tahun iuran premi," tegas Purbaya.

Purbaya, Ketua DK LPS. (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)Foto: Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua DK LPS. (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)

Saat ini total premi LPS yang menjadi kewajiban bank adalah 0,2% dari DPK. Kalau sampai dibebaskan, maka tentu sangat menarik. Diharapkan 'perangsang' ini mampu membuat bank lebih rajin menyalurkan kredit sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Purbaya mengatakan pihaknya juga senantiasa mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan.

"LPS pun senantiasa berupaya menjaga kepercayaan publik terhadap perbankan melalui sosialisasi tugas dan fungsi LPS secara intensif," jelasnya.

Menurutnya sebagai bagian dari sinergi kebijakan bersama segenap anggota KSSK lainnya untuk mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional, LPS sebagai lembaga penjamin dan resolusi bank telah mengeluarkan berbagai respons kebijakan antara lain: Relaksasi pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran premi oleh bank peserta penjaminan, senilai 0% sampai dengan 6 bulan pertama dan 0,5% pada 6 bulan setelahnya. Kemudian, relaksasi penyampaian laporan data SCV dan laporan berkala bank.

"LPS pun aktif menjaga Tingkat Bunga Penjaminan di level yang rendah untuk menekan cost of fund perbankan, dengan mempertimbangkan kondisi dan prospek likuiditas perbankan serta stabilitas sistem keuangan nasional," katanya.

PDB per kapita dari uang setiap nasabah yang dijamin oleh LPS mencapai 35,1 kali.

"Rasio ini jauh lebih besar dari rata-rata limit penjaminan simpanan per PDB per kapita di negara-negara lain. Penjaminan dengan nilai Rp 2 miliar ini setara 35.1 kali PDB. Hal ini menunjukkan betapa tingginya komitmen LPS dalam menjaga kepercayaan deposan bank agar tetap merasa aman, tenang, dan pasti untuk menyimpan uangnya dalam sistem perbankan nasional," tambahnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyatakan keyakinannya bahwa kepercayaan masyarakat untuk menempatkan dananya di bank masih tinggi, dan LPS dinilainya berhasil mengemban amanat tersebut.

"Sesuai amanat Undang-undang kepada LPS yang terus menjaga confident masyarakat untuk menyimpan dananya di bank," ujarnya.

Setiap institusi punya peran masing-masing dalam memulihkan perekonomian nasional. Jangan lupa, LPS juga salah satu koentji di dalamnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/dru) Next Article Wah, Bos LPS Sebut Bunga Penjaminan Bisa Turun Lagi 50 Bps!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular