
Ramalan Seram Bank Dunia: 32 Juta Orang Terjebak Kemiskinan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap meningkatnya angka ketimpangan. Hal ini disebabkan adanya penghentian kegiatan atau shutdown dan akses pemberian bantuan sosial yang tidak merata.
Bank Dunia atau World Bank dalam laporannya bertajuk 'Pemulihan Belum Merata' memproyeksikan, di kawasan Asia Timur dan Pasifik ada 32 juta orang yang tidak dapat keluar dari kemiskinan.
"Kemiskinan di kawasan Asia Timur dan Pasifik berhenti mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, dan 32 juta orang tidak dapat keluar dari kemiskinan," tulis laporan tersebut dikutip CNBC Indonesia, Jumat (26/3/2021).
Ramalan Bank Dunia tersebut didasarkan karena sebagian besar negara di Kawasan Asia Timur dan Pasifik mengalami penurunan pendapatan. Sehingga jumlah orang miskin diperkirakan meningkat.
Ditambah adanya jumlah masyarakat miskin sebelum adanya pandemi. Akibatnya jumlah orang miskin pada 2021 diproyeksikan mencapai 19 juta orang dengan pendapatan per kapita US$ 3,2 per hari dan 29 juta orang dengan pendapatan per kapita US$ 5,5 per hari.
Lebih lanjut Bank Dunia mengakui, memang sulit untuk menentukan berapa besar ketimpangan yang terjadi, karena survei yang diadakan seringkali tidak menjabarkan secara lengkap berapa penghasilan dan pengeluaran yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok teratas dan terbawah.
Kendati demikian, Bank Dunia mengklaim ada tiga bukti yang secara tidak langsung menunjukkan terjadinya ketimpangan di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Pertama, kemampuan masyarakat dalam menghadapi kerawanan pangan dan kehilangan kesempatan belajar.
"Ketika dihadapkan dengan masalah kehilangan penghasilan, rumah tangga yang lebih miskin kemungkinan besar akan mengurangi konsumsi pangan mereka, berhenti bersekolah, menambah utang, dan menjual aset. Semuanya melemahkan kemampuan mereka untuk pulih dari krisis," jelas Bank Dunia.
Kedua, perempuan lebih menderita daripada laki-laki, sebanyak 25% responden di Laos dan 83% di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan akibat adanya Covid-19. Kerawanan pangan membuat perempuan lebih rentan terhadap kekerasan, apalagi pemberdayaan mereka secara ekonomi.
Ketiga, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengalami penurunan penjualan yang secara proporsional lebih besar daripada perusahaan-perusahaan besar.
"Hasil penjualan yang dicapai usaha mikro menyusut sepertiga, sedangkan hasil penjualan perusahaan-perusahaan besar hanya menyusut seperempat. Perusahaan-perusahaan yang lebih kecil juga lebih sedikit dalam memanfaatkan peluang dari digitalisasi," tulis Bank Dunia.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pak Jokowi, Ini "Luka Dalam" RI yang Dimaksud Bank Dunia