Inflasi RI Rendah, Tanda Daya Beli Lesu Darah

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 March 2021 09:03
Ilustrasi Kubis
Foto: Ilustrasi Kubis (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika negara-negara lain di dunia sibuk mengkhawatirkan inflasi, Indonesia justru sebaliknya. Tingkat inflasi di dalam negeri cenderung melambat.

Survei pemantauan harga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa inflasi akan kembali terjadi di bulan Maret. Hanya saja lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya. Inflasi Maret diramal 1,37% (yoy) bulan ini. 

Apabila berkaca pada dua bulan sebelumnya inflasi juga cenderung melambat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulan Januari sebesar 1,55% (yoy) dan melambat menjadi 1,38% (yoy). 

Hampir semua komponen pembentuk inflasi mengalami perlambatan kenaikan harga. Bahkan komponen makanan, minuman dan tembakau yang memiliki andil terbesar juga inflasinya melambat dari 2,81% (yoy) di bulan Januari menjadi 1,92% (yoy).

Inflasi tertinggi tercatat terjadi pada komponen perawatan diri. Untuk pos ini inflasi tercatat mencapai 5,55% (yoy) per Januari dan menjadi 4,97% (yoy). Kendati kenaikannya tinggi saat pandemi Covid-19 terjadi tetapi andilnya tergolong kecil

Untuk sektor transportasi di bulan Januari mengalami deflasi alias penurunan harga. Mohon dimaklumi karena ini juga bertepatan dengan kebijakan pemerintah untuk memberlakukan PPKM skala Jawa-Bali dan penutupan pintu masuk WNA. Namun sektor ini berhasil mencatatkan inflasi sebesar 0,4% (yoy) di bulan Februari.

Inflasi bulan Maret jika dilihat secara bulanan berpotensi mengalami kenaikan tipis. Namun jika dilihat secara tahunan inflasi cenderung melambat. Rendahnya inflasi lebih dipicu oleh optimisme masyarakat dan permintaan yang masih lemah. 

Penjualan ritel bulan Januari meskipun membaik tetapi juga masih berada di zona kontraksi. Penjualan ritel di Indonesia dua bulan pertama tahun 2021 tercatat stagnan di angka minus 16,4% (yoy).

Menurunnya daya beli juga tercermin dari terus melambatnya inflasi inti yang mencerminkan harga barang dan jasa yang cenderung persisten. Perlambatan inflasi inti juga sejalan dengan melambatnya inflasi secara keseluruhan.

Walaupun inflasi di bulan Maret diramal melambat tetapi ke depan inflasi berpotensi berangsur naik. Setidaknya ada beberapa faktor yang membuat inflasi naik.

Pertama adalah kenaikan harga komoditas. Rendahnya suku bunga acuan serta prospek perekonomian yang lebih baik membawa kembali sentimen commodity supercycle. Hampir semua komoditas mengalami kenaikan baik di sektor agrikultur, pertambangan dan energi.

Faktor kenaikan harga komoditas salah satunya didongkrak oleh interaksi penawaran dan permintaan. Ketika harga komoditas anjlok tahun lalu, para produsen cenderung memangkas produksi. Namun seiring dengan prospek yang lebih baik, permintaan juga akan terkerek naik. Namun dari sisi suplai yang menipis membuat harga melesat.

Sebagai negara yang termasuk ke dalam net oil importer, kenaikan harga minyak berpotensi memicu inflasi di dalam negeri. Minyak digunakan sebagai input energi bagi hampir seluruh aktivitas ekonomi.

Ketika harga minyak naik maka biaya impor Indonesia juga ikut naik. Namun karena mobilitas dan permintaan masih terbatas, secara nilai dan volume impor minyak juga cenderung menurun. Impor migas RI tercatat turun 15% (mom) dibanding bulan Januari dan terkontraksi lebih dari 20% (yoy) di bulan Februari lalu.

Secara total impor Indonesia bulan lalu cenderung meningkat tajam nenjadi hampir 15% atau tepatnya di angka 14,86%. Walaupun secara bulanan turun, impor barang konsumsi dan bahan baku membukukan pertumbuhan digit ganda Februari lalu.

Sementara untuk barang modal nilai impornya cenderung naik baik dilihat dari sisi bulanan maupun tahunan. 

Di sisi lain kebijakan makro yang masih akan akomodatif juga berperan dalam menggeliatkan permintaan serta aktivitas ekonomi. Kenaikan permintaan akibat stimulus yang diberikan serta di tengah rendahnya suku bunga acuan serta pelonggaran kebijakan makroprudensial berpeluang membuat permintaan terhadap kredit meningkat.

Kredit ini lagi-lagi bisa memicu terjadinya kenaikan demand. Hanya saja inflasi untuk sektor-sektor tertentu cenderung lebih tinggi dibanding sektor lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular