Tekan Emisi, Pemerintah Siapkan Aturan Nilai Ekonomi Karbon

News - Anisatul Umah, CNBC Indonesia
18 March 2021 15:57
PLTU Tanjung Jati B yang merupakan salah satu pembangkit yang paling diandalkan oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik sistem interkoneksi Jawa-Bali.

PLTU Tanjung Jati B memegang peran sentral dalam sistem interkoneksi Jawa-Bali


Hingga triwulan III 2019, PLTU dengan kapasitas 4 x 710 MW ini memiliki kesiapan produksi listrik (Equivalent Availability Factor – EAF) hingga 93,6% selama setahun.

Sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2006 PLTU Tanjung Jati B menjadi tulang punggung kelistrikan Jawa-Bali. 

PLTU Tanjung Jati B berkontribusi 12% atau  setara dengan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga

Keberadaan pembangkit ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi  kontinyuitas suplai listrik, namun juga turut membantu pemerintah dalam penghematan APBN.


Secara produksi listrik PLTU Tanjung Jati B mampu berkontribusi sebesar 12% atau setara denagan kebutuhan listrik sekitar 5 juta pelanggan rumah tangga.  (CNBC Indonesia/Peti) Foto: PLTU Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. (CNBC Indonesia/Peti)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan melakukan uji coba perdagangan karbon demi menekan emisi. Untuk mengatur jalannya perdagangan karbon ini, pemerintah kini tengah menyiapkan mekanisme pelaksanaannya berupa Peraturan Presiden.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

Siti mengatakan, Perpres ini akan mengatur tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target emisi dan pengendalian emisi karbon dalam pembangunan nasional. Draf Perpres menurutnya kini sudah dalam tahap finalisasi dan diharapkan bisa segera disahkan.

"Mekanisme ini bentuk instrumen nilai emisi karbon atau carbon pricing. Saat ini sudah dalam taraf final proses untuk terbitnya Perpres," ungkapnya dalam acara 'Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi 2021', Kamis (18/03/2021).

Dia mengatakan, uji coba perdagangan karbon ini sebagai bentuk pemberian insentif kepada pelaku usaha agar turut berperan mengendalikan emisi karbon dari setiap aktivitas usahanya sesuai dengan standar emisi.

Menurutnya, setelah Perpres tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) ini terbit, uji coba perdagangan karbon akan sangat membantu dalam pengembangan mekanisme pengendalian emisi nasional.

"Kita wajib bisa kendalikan tingkat emisi dari sektor energi jika mau capai target emisi dan berikan kontribusi pada upaya dunia menjaga pemanasan global tidak lebih dari 2 derajat Celsius, sehingga dampak perubahan iklim yang sudah kita rasakan bisa dikelola dengan baik," tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pengendalian tingkat emisi juga tidak boleh merugikan pembangunan, melainkan harus menjadi pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatan nilai ekonomi karbon menurutnya merupakan langkah inovatif pengendalian emisi dengan biaya efektif.

"Sektor energi tengah menuju transisi energi, berbagai disrupsi teknologi, baik di bidang penyediaan maupun pemanfaatan energi, memungkinkan transisi energi ke arah lebih bersih," jelasnya.

Siti menyebut, pemanfaatan instrumen nilai ekonomi karbon mendorong percepatan transisi energi. Sifat instrumennya memberikan manfaat ekonomi bagi mereka yang tingkat emisinya masih rendah.

"Sebaliknya, memberikan kerugian bagi yang boros dan tidak pedulikan tingkat emisi gas rumah kaca," ucapnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Kendalikan Emisi, RI Mulai Gencarkan Perdagangan Karbon


(wia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading