Prospek Properti Gak Lesu-lesu Amat, Ini Penjelasan BI

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
19 February 2021 19:09
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia melihat investasi terhadap sektor properti masih naik, yang ditunjukan dari naiknya tingkat investasi di masa pandemi. Sehingga sektor properti yang masih seksi untuk tempat parkir uang lebih perlu didorong dengan stimulus fiskal.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia Tanti Setiawan menjelaskan secara khusus sektor properti masih bisa naik melihat dari minat masyarakat berinvestasi. Jika dilihat dari investasi di instrumen keuangan yang naik.

"Pangsa kepemilikan saham pada masyarakat ritel itu naik, emas juga naik drastis, jumlah investor pasar modal dari KSEI juga naik signifikan. Ini menunjukan masyarakat masih punya dana untuk berinvestasi bisa kita dorong pada bidang lainya," katanya dalam webinar Infobank, Jumat (19/2/2021).

Investasi di sektor properti itu naik, dilihat ada pertumbuhan penjualan rumah tapak. Menunjukan peningkatan yang besar pada rumah tipe menengah dengan range harga Rp 300 - 750 juta. Tujuan pembelian rumah memang sebagian digunakan untuk investasi bukan rumah pertama.

Indeks Harga Properti Residensial untuk rumah primer juga naik di sejumlah daerah seperti Medan dan Surabaya. Sementara IHPR untuk rumah sekunder atau rumah bekas di daerah Tangerang dan Jakarta mulai mengalami penurunan.

"Ini bisa juga menjadi peluang investasi pada rumah sekunder juga," katanya.

Prospek properti juga semakin naik, karena minat masyarakat untuk pembelian properti juga digunakan untuk investasi. Rasio kepemilikan rumah lebih dari satu juga sudah mencapai 42% dalam proyek properti. Sertifikat juga dilihat rasio penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) terhadap Sertifikat Hak Milik (SHM) juga tinggi mencapai 60%. Yang artinya orang membeli rumah itu untuk tujuan investasi.

"Karena kalau non investor itu cenderung mengalihkan sertifikatnya ke hak milik," jelasnya. Data foreclosed asset atau aset yang diambil alih juga meningkat dimana berdasarkan pertemuan perbankan ada tren perbaikan rumah bekas yang akan dijual kembali.

Sementara risiko KPR di Jabodetabek semakin mereda. Tanti menjelaskan berdasarkan kelompok pendapatan di atas Rp 20 juta - Rp 40 juta sudah menurun, walaupun di kelompok pendapatan menengah hingga bawah masih turun. Sementara jika dilihat berdasarkan kelompok usia kelompok milenial melambat sementara pembelian rumah KPR dari generasi Z meningkat signifikan.

Dari kondisi ini, dilihat prospek KPR semakin meningkat. Sehingga Bank Indonesia dianggap perlu mendorong terhadap pertumbuhan sektor properti dengan kebijakan makroprudensial yang sifatnya relaksasi. Diantaranya loan to value dan kebijakan uang muka kendaraan bermotor.

"BI berikan kelonggaran untuk nilai loan to value dan KPR Syariah untuk bank yang memenuhi kriteria NPL atau NPF dibawah 5% dapat memberikan LTV sampai 100%. Sementara untuk yang tidak memenuhi kita bedakan tetap dilonggarkan tapi tetap dibatasi. Kecuali untuk fasilitas pertama rumah tipe 21 itu tetap kita berikan 100%, ini bukti support ke masyarakat berpenghasilan rendah," katanya.

BI Juga Hapus Ketentuan Dalam Pembelian KPR Inden

Untuk pembelian rumah inden dengan KPR juga dilonggarkan dengan penghapusan ketentuan pencairan bertahap KPR untuk kepemilikan properti yang belum tersedia secara utuh. Sekarang Bank dibebaskan untuk melakukan pencairan untuk masyarakat yang ingin membeli rumah inden dengan KPR.

"Ini memang kita bebaskan bukan berarti bahwa bank wajib melakukan pencairan sekaligus tapi serahkan kebijakan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko bank yang menilai bahwa secara mandiri kelayakan debitur yang memperoleh pencairan sekaligus sendiri," jelasnya.

Dalam aturan sebelumnya pencairan rumah untuk KPR Inden sebelumnya mulai dari 30% dari plafon setelah akad kredit. Hingga bisa 100% dari plafon setelah penandatanganan BAST (Berita Acara Serah Terima) yang telah dilengkapi dengan akta jual beli dan covernote.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sedih, Perbaikan Ekonomi RI Tak Secepat yang Diperkirakan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular