Bukti Baru 'Kejahatan' Covid-19: 2,76 Juta Orang Jatuh Miskin

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 February 2021 14:52
Suasana bantaran kali Cideng, Roxy, Jakarta Barat (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ilustrasi Pemukiman Kumuh (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masih ada saja orang yang menyangka pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah ilusi, fisksi, bahkan konspirasi. Apapun itu, yang jelas dampak dari pandemi ini adalah sesuatu yang nyata di depan mata.

Bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China, virus corona menyebar ke lebih dari 200 negara dan teritori. Per 14 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh negara mencapai 108.153.741 orang. Bertambah 300.530 orang dibandingkan hari sebelumnya.

Sejak WHO mencatat pasien perdana pada 4 Januari 2020, rata-rata tambahan kasus positif mencapai 265.083 orang per hari. Sungguh sesuatu yang sangat menyanyat hati.

Pandemi virus corona (terserah mau percaya atau tidak) memang tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun kemudian pandemi ini juga menjamah aspek sosial-ekonomi.

Untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus corona, pemerintah di berbagai negara memberlakukan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Di Indonesia namanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), atau apalah terserah.

Intinya, social distancing mencoba menjauhkan seseorang dari orang lain. Ada jarak aman, minimal 1,5-2 meter. Kalau jarak dua orang saja tidak boleh berdekatan, apalagi berkerumun? Mungkin haram hukumnya...

Anjuran untuk tidak berkumpul ini membuat aktivitas yang bisa menyebabkan kerumunan (apalagi di ruang tertutup) menjadi dibatasi. Kerja kantoran, kerja pabrikan, belajar di sekolahan, makan di restoran, tidak bisa semaunya seperti dulu. Miliaran orang di planet bumi diminta untuk #dirumahaja.

Pembatasan aktivitas ini membuat mobilitas masyarakat berkurang drastis. Di berbagai lokasi, kepadatan masih jauh di bawah hari-hari biasa sebelum pandemi. Sebaliknya, aktivitas di rumah masih di atas sebelum pandemi.

Mobilitas adalah kunci dari ekonomi. Pergerakan manusia, barang, dan jasa akan merangsang terjadinya nilai tambah di perekonomian. Nilai tambah itu adalah pertumbuhan ekonomi.

Dengan masyarakat yang #dirumahaja, ekonomi mati suri. Ekonomi dunia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif), Indonesia tidak terkecuali. Sampai di sini, sudah jelas bahwa pandemi virus corona nyata-nyata 'membunuh' ekonomi. Dampaknya bukan ilusi, fiksi, apalagi konspirasi.

Halaman Selanjutnya --> Pengangguran di Mana-mana, Kemiskinan Merajalela

Dari sini, dampak pandemi melebar ke aspek sosial. Ekonomi yang mati suri membuat lapangan kerja menyusut.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ada 29,12 juta penduduk usia kerja mengalami dampak buruk dari pandemi. Berikut perinciannya:

  • 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran.
  • 0,76 juta penduduk menjadi bukan angkatan kerja.
  • 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja.
  • 24,03 juta penduduk bekerja dengan pengurangan jam kerja.

"Pandemi Covid-19 membawa dampak yang luar biasa buruknya. Pandemi menghantam seluruh lapisan masyarakat, tetapi dampak untuk lapisan bawah lebih berat. Tujuh dari 10 responden mengaku pendapatannya menurun.

"Tingkat Pengangguran Terbuka pada Agustus naik, pandemi Covid-19 ini membawa dampak yang luar biasa, banyak penduduk yang mengalami pengurangan jam kerja dan itu mempengaruhi penghasilan. Pendapatan masyarakat mengalami penurunan," jelas Suhariyanto, Kepala BPS.

Pengangguran di mana-mana, penghasilan berkurang, akibatnya apalagi kalau bukan kenaikan angka kemiskinan. Pada September 2020, jumlah penduduk miskin di Ibu Pertiwi adalah 27,55 juta orang. Bertambah 1,13 juta orang dibandingkan Maret 2020 dan 2,76 orang dibandingkan September 2019. Jumlah penduduk miskin pada September 2020 adalah yang tertinggi sejak Maret 2017.

Sementara tingkat kemiskinan pada September 2020 adalah 10,19%. Naik dibandingkan Maret 2020 yang sebesar 9,78% dan September 2019 yakni 9,22%. Akhirnya tingkat kemiskinan di Tanah Air kembali ke level dua digit, sesuatu yang kali terakhir terjadi pada September 2017.

Well, Anda berhak untuk tidak percaya bahwa pandemi virus corona bukan sesuatu yang nyata. Namun kalau masih berpandangan bahwa dampak pandemi ini rekaan belaka, mungkin Anda butuh pendampingan profesional. Sebab, tangis jutaan orang yang jatuh ke 'jurang' pengangguran dan kemiskinaan terlalu pilu untuk dianggap angin lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular