
Kebiri Kudeta Myanmar, AS hingga Inggris Bombardir Sanksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Kudeta yang dilakukan militerĀ Myanmar untuk menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) rupanya berbuntut sanksi internasional.
Menteri Luar Negeri Dominic Raab mengatakan Inggris segera mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi pada Myanmar atas kudeta yang terjadi pekan lalu. Inggris menyatakan dukungan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan akan segera menjatuhkan sanksi pada para pemimpin militer Myanmar.
"(Inggris) sedang melihat langkah-langkah lebih lanjut di bawah rezim sanksi kami sendiri," tweet Raab pada Kamis (11/2/2021). "Inggris menyambut baik langkah @POTUS hari ini untuk mengirim pesan yang kuat kepada rezim militer."
![]() Campaigners with National League for Democracy party flags gather at an intersection in Yangon, Myanmar, Tuesday, Feb. 9, 2021. Protesters continued to gather Tuesday morning in Yangon breaching Myanmar's new military rulers ban of public gathering of five or more issued on Monday intended to crack down on peaceful public protests opposing their takeover. The banner reads: "All Burma Students Union." (AP Photo) |
Pekan lalu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengutuk kudeta di Myanmar yang melakukan penangkapan terhadap Suu Kyi, Win Myint, bersama dengan petinggi partai NLD lainnya.
Tahun lalu Inggris juga sempat mengumumkan sanksi yang menargetkan dua jenderal Myanmar atas perlakuan terhadap kaum Rohingya, minoritas Muslim yang teraniaya.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell juga memperingatkan bahwa blok tersebut dapat menjatuhkan sanksi baru pada militer Myanmar.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan mengadakan sesi khusus pada Jumat (12/2/2021) untuk membahas krisis politik yang sedang berlangsung di Myanmar setelah permintaan resmi oleh Inggris dan Uni Eropa.
Sanksi untuk Myanmar dari AS
Sementara pernyataan sanksi dari Biden dikeluarkan setelah terjadinya demo berdarah pada Selasa (9/2/2021). Aparat menembak kepala seorang demonstran perempuan dengan peluru tajam, dan beberapa pendemo lain di ibu kota Naypytaw.
Pada Kamis, AS memberikan sanksi kepada para pemimpin junta Myanmar, memperingatkan bahwa akan lebih banyak hukuman dapat dijatuhkan kepada mereka jika tetap menjalankan kudeta.
Ketika Myanmar sedang mempersiapkan unjuk rasa anti-kudeta selama tujuh hari berturut-turut, Departemen Keuangan AS mengumumkan pemblokiran aset dan transaksi AS apa pun dengan 10 pejabat militer saat ini dianggap bertanggung jawab atas kudeta 1 Februari.
Dalam tindakan konkret yang paling signifikan, Presiden Joe Biden mengumumkan bahwa pemerintahannya memutus akses para jenderal ke dana US$ 1 miliar di Amerika Serikat.
Target sanksi AS yang diumumkan Kamis termasuk Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing, yang sekarang memegang kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif di Myanmar. Hlaing sudah berada di bawah sanksi AS atas kampanye melawan sebagian besar minoritas Muslim Rohingya.
Yang juga menjadi sasaran adalah para pemimpin militer di kabinet baru seperti Menteri Pertahanan Jenderal Mya Tun Oo, serta tiga perusahaan pengekspor permata yang dikendalikan oleh militer Myanmar.
"Kami juga siap untuk mengambil tindakan tambahan jika militer Burma tidak mengubah arah," kata Menteri Keuangan Janet Yellen, menggunakan nama lama Myanmar. "Jika ada lebih banyak kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, militer Burma akan menemukan bahwa sanksi hari ini hanyalah yang pertama."
Biden juga meminta militer menahan diri dari penggunaan kekerasan ke pendemo. Ia juga meminta Suu Kyi dibebaskan segera bersama semua pejabat yang ditangkap.
"Segera bebaskan pemimpin dan aktivis politik demokratis yang sekarang ditangkap termasuk Aung San Suu Kyi dan juga Presiden Win Myint," katanya dikutip AFP.
Selandia Baru
Sebelum AS dan Inggris menjatuhkan sanksi kepada Myanmar, Selandia Baru terlebih dahulu menentang dengan keras aksi militer Myanmar. Negara yang terletak di samping kutub selatan ini menangguhkan semua kontak tingkat tinggi dengan Myanmar dan memberlakukan larangan perjalanan pada para pemimpin militer.
"Pesan kuat kami adalah kami akan melakukan apa yang kami bisa lakukan dari sini di Selandia Baru dan salah satu hal yang akan kami lakukan adalah menangguhkan dialog tingkat tinggi itu ... dan memastikan dana apa pun yang kami berikan ke Myanmar tidak dengan cara apa pun mendukung rezim militer," kata Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern, dikutip dari Channel News Asia (CNA) pada Selasa (9/2/2021).
Ardern juga menambahkan program-program bantuan yang diberikan kepada Myanmar dipastikan tidak akan menguntungkan pihak militer yang kini berkuasa. Program bantuan Selandia Baru ke Myanmar bernilai sekitar 42 juta dollar Selandia Baru atau sekitar Rp 42 miliar antara 2018 dan 2021.
Kudeta yang terjadi di Myanmar pada 1 Februari lalu diawali oleh penahanan Suu Kyi bersama Presiden Win Myint dan para petinggi NLD lainnya oleh kelompok militer.
Penahanan yang berujung kudeta itu dilakukan setelah berhari-hari ketegangan meningkat antara pemerintah sipil dan junta militer. NLD meraih kemenangan dalam pemilu 8 November lalu, pemilihan yang dianggap bebas dan adil oleh pengamat internasional sejak berakhirnya kekuasaan militer langsung pada tahun 2011.
Namun, kelompok militer menilai terjadi kecurangan pemilih yang meluas meski sudah dibantah oleh komisi pemilihan. Hal itu telah menyebabkan konfrontasi langsung antara pemerintah sipil dan militer Myanmar.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Makin Panas! Rakyat Myanmar Turun ke Jalan Lawan Kudeta
