Ramai-ramai Kritik Kudeta Militer Myanmar, Dari AS Hingga PBB

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
01 February 2021 16:48
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi
Foto: Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi (AP Photo/Aung Shine Oo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kudeta dan penangkapan pemimpin de-facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta petinggi partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dilakukan militer Myanmar rupanya memicu kutukan dari berbagai pemerintah negara lainnya. Tidak hanya itu, kritikan keras juga disampaikan berbagai lembaga multilateral dan dunia, termasuk PBB.

Berikut adalah beberapa di antaranya:



Amerika Serikat (AS)
AS menyerukan pemulihan demokrasi Myanmar. "AS akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dalam sebuah pernyataan.

Psaki menambahkan AS menentang setiap upaya untuk mengubah hasil pemilu November 2020, yang membuat NLD Suu Kyi mengalami kekalahan telak, tetapi memicu tuduhan penyimpangan suara oleh partai yang didukung militer.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, juga meminta militer Myanmar "untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil dan menghormati keinginan rakyat Burma seperti yang diungkapkan dalam pemilihan demokratis pada 8 November".

Sebelum kudeta, AS, bersama beberapa negara Barat lainnya, mendesak militer Myanmar untuk "mematuhi norma-norma demokrasi" dalam pernyataan 29 Januari yang muncul saat panglima tertinggi mengancam akan mencabut konstitusi negara itu.

Inggris
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengutuk kudeta dan penahanan Suu Kyi. "Suara rakyat harus dihormati dan para pemimpin sipil dibebaskan," cuitnya di media sosial Twitter.

China
China, yang secara teratur menentang intervensi PBB di Myanmar, menyerukan semua pihak untuk "menyelesaikan perbedaan."

"China adalah tetangga yang bersahabat bagi Myanmar dan berharap berbagai pihak di Myanmar akan menyelesaikan perbedaan mereka dengan tepat di bawah kerangka konstitusional dan hukum untuk melindungi stabilitas politik dan sosial," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin pada jumpa pers.

Jepang
Jepang mendesak militer Myanmar untuk membebaskan Suu Kyi dan memulihkan demokrasi.

"Kami meminta pembebasan para pemangku kepentingan termasuk penasihat negara Aung San Suu Kyi yang ditahan hari ini," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Jepang dalam sebuah pernyataan yang mendesak "tentara nasional untuk segera memulihkan sistem politik demokrasi di Myanmar."

Australia
"Kami menyerukan kepada militer untuk menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan lainnya yang telah ditahan secara tidak sah," kata Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne.

India
"Kami mencatat perkembangan di Myanmar dengan keprihatinan mendalam. India selalu teguh dalam mendukung proses transisi demokrasi di Myanmar. Kami percaya bahwa supremasi hukum dan proses demokrasi harus ditegakkan," tulis Kementerian Luar Negeri India dalam sebuah pernyataan.

Norwegia
"Kami mengutuk perkembangan #Myanmar hari ini. Kami mendesak para pemimpin militer untuk mematuhi norma-norma demokrasi dan menghormati hasil pemilu," kicau Kementerian Luar Negeri Norwegia di akun Twitter resmi.

Uni Eropa
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengutuk keras kudeta tersebut. "Hasil pemilu harus dihormati dan proses demokrasi perlu dipulihkan," tweet mantan perdana menteri Belgia itu.



PBB
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres "dengan keras" mengutuk penahanan militer terhadap Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya.

"Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar," kata juru bicara Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan.

Sejumlah negara ASEAN
Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi menyatakan "keprihatinan" sambil juga mendesak Myanmar "menahan diri".

Singapura juga menyatakan "keprihatinan besar tentang situasi terbaru di Myanmar," menambahkan harapan bahwa semua pihak akan "menahan diri."

Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Filipina Harry Roque mengatakan situasinya adalah "masalah internal". Perhatian utama kami adalah keselamatan orang-orang kami, katanya.

"Angkatan bersenjata kami bersiaga jika kami perlu mengangkut mereka serta kapal angkatan laut untuk memulangkan mereka jika perlu," ujar Roque.

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular