Korea Punya Ginseng, Jepang Jamur Shitake, RI Punya Ini!

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
24 January 2021 09:30
Cover Topik/ harta karun Sarang Burung Walet_dalam/Aristya Rahadian
Foto: Cover Topik/ harta karun Sarang Burung Walet_dalam

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia ternyata menyimpang 'harta karun' bernilai tinggi, tak hanya sumber daya alam mineral yang besar tapi juga ada komoditas lain yang nilai ekspornya berpotensi besar.

Hal itu diungkapkan Menteri Perdagangan M Lutfi yang menyebut Indonesia punya produk ekspor yang bernilai tinggi yakni sarang burung walet.

"Sarang burung walet ini sesuatu yang menarik, saya sudah lapor ke Bapak Presiden karena saya bilang, saya yakin pertumbuhan yang ditargetkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) akan tercapai oleh Kementerian Perdagangan," kata M. Lutfi, pekan ini, saat Peluncuran Platform Dagang Digital Indonesia Store (IDNStore), Kamis (14/1/21).

"Kita ini penghasil pengekspor konon kabarnya 2.000 ton burung walet, 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok," kata mantan Dubes RI untuk Jepang ini.

"Bisa dibayangkan dari 110 ton, 1 Kg nilainya Rp 25 juta dan sisanya kita lewati beberapa negara singgahan. Hong Kong, Vietnam, Malaysia dan ujungnya sampai juga ke RRT. Harga tersebut kita hitung kali 2.000 ton saja kali Rp 25 juta nilainya Rp 500 triliun, artinya US$3,5 billion," kata M. Lutfi lagi.

Laporan Kementerian Perdagangan mencatat, sejak dahulu kala, sarang burung walet sudah dikenal sebagai sumber nutrisi yang berguna bagi kesehatan. Sarang buruh walet yang bentuknya mirip mangkuk ini tinggi protein.

Layaknya ginseng dari Korea Selatan atau jamur shitake dari Jepang, sarang burung walet adalah kekayaan alam yang bernilai ekonomi tinggi.

Sarang burung walet dijuluki kaviar dari Timur karena kelezatannya yang melegenda sekaligus harganya yang luar biasa.

Di Hong Kong, negara yang banyak mengimpor sarang burun walet, semangkuk sup sarang burung walet bisa dihargai lebih dari US$ 100 per porsi.

Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.080 seperti kurs referensi Bank Indonesia (BI) 18 Januari 2020, itu sama dengan Rp 1.408.000 per porsi. Harga itu kalau sudah jadi sup per mangkuk. Kalau masih bahan mentah gelondongan, harganya bisa sampai US$ 10.000/kg. Kalau dirupiahkan mencapai Rp 140.800.000/kg.

Indonesia adalah negara penghasil sarang burung walet terbesar di dunia. Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, Indonesia memasok 38,57% kebutuhan sarang burung walet dunia. Disusul oleh Singapura (28%), China (9,15%), Hong Kong (4,69%), dan Malaysia (4,64%).

"Perdagangan sarang burung walet sangat penting. Nilai ekonomi sarang burung walet mencapai 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional," sebut laporan Kementerian Perdagangan.

Meski menjanjikan, tetapi sarang burung walet belum bisa menjadi komoditas andalan ekspor seperti batu bara, minyak sawit mentah (CPO), atau karet. Sampai saat ini, nilai ekspor sarang burung walet masih belum ada apa-apanya ketimbang komoditas-komoditas tersebut.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekspor sarang burung yang bisa dimakan (HS 04100010) selama Januari-Oktober 2020 adalah U$ 392,62 juta (Rp 5,53 triliun).

Dibandingkan dengan total ekspor Indonesia yang pada periode tersebut mencapai US$ 131,51 miliar (Rp 1.851,64 triliun), kontribusi sarang burung walet hanya 0,29%.

Namun ada sinyal positif. Laju pertumbuhan nilai ekspor komoditas ini terus melesat, bahkan sangat cepat.

Pada Oktober 2020, ekspor sarang burung walet tumbuh 66,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Lebih tinggi ketimbang pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 57,35% YoY.

Meskipun sarang burung walet menjadi komoditas yang seksi, namun di balik itu ada produksi proses yang tidak mudah.

"Kemungkinan success rate budidaya sarang burung itu di bawah 10%. Harus dipertimbangkan juga. Yang gagal banyak. Kalau kita lihat rumah burung Indonesia 100.000 lebih yang berhasil 5.000, nggak semua rumah burung berhasil," kata Ketua umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) Boedi Mranata.

Ia bilang peluangnya kecil untuk berhasil membuat produksi sarang burung walet tidak mudah. Alhasil, meski harga satu Kg mencapai Rp 30 juta, namun pengembangan komoditas ini memiliki tantangan besar.

"Banyak tantangannya. Jenis ini kita bisa kategorikan binatang liar, sebab dia nggak ada knowlegde beri artificial beri makanan seperti ayam. Jadi tergantung alam, kalau alam rusak maka produksi turun. Kita cari area yang masih bagus untuk produksi, ketika rusak produksi turun. Jadi perlu dicari tempatnya," sebut Boedi.

Selain sulitnya produksi, nyatanya masih ada hal lain yang kerap menjadi kendala, yakni regulasi tumpang tindih. Pelaku usaha harus melewati itu, baik di tingkat pusat maupun daerah.

"ini perlu didorong bersama agar sejalan. Bisa juga di daerah, masing-masing daerah buat pajak daerah berbeda-beda, karena melihat dari sisi harga, ini duitnya banyak. Padahal success rate-nya nggak besar," paparnya.

Boedi mengatakan, nilai potensi sarang burun walet bisa mencapai ratusan triliun apabila dimaksimalkan pemasarannya. Namun, komoditas itu menjadi baku dengan pengolahan produksi lebih lanjut, maka nilainya akan menjadi lebih besar lagi.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Harta Karun' RI Dihargai Mahal, Tapi Tak Mudah Masuk China!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular