
Harta Karun RI Ini Masih Jadi Incaran Orang China

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Indonesia memiliki banyak harta karun berharga yang belum dimaksimalkan. Salah satunya sarang burung walet yang menjadi incaran China.
Sekjen Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengungkapkan sarang burung walet menjadi komoditas utama ekspor produk pertanian yang menghasilkan banyak devisa negara.
"Itu yang kita sepakati ada sarang burung walet," sebut Kasdi di acara Rakernas Kementerian Pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Selain sarang burung walet, ada juga porang, telur dan daging ayam yang banyak diekspor ke Singapura. Bicara soal sarang burung walet, Indonesia adalah produsen utama dengan pasar terbesar ke China. Ditafsir, nilai ekspornya mencapai Rp500 triliun.
"Memang topik walet memang selalu menarik," kata Ketua umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) Boedi Mranata kepada CNBC Indonesia.
Adapun yang mengungkapkan bahwa nilai ekspor sarang burung walet mencapai Rp 500 triliun adalah Menteri Perdagangan saat itu Muhammad Luthfi. Tentu, nilai dari transaksi ini merupakan harta karun
"Jalur resmi ke China ada 23 perusahaan. Ada lagi jalur yang nggak resmi, bisa lewat Hong Kong, Vietnam itu lebih besar, volume undervalue ini 4-5x lipat dari jalur resmi," sebut Boedi.
![]() Ilustrasi sarang burung walet. Ist |
Namun, untuk mendapatkan nilai tambah, eksportir harus terdaftar dan mengantungi Eksportir Terdaftar Sarang Burung Walet (ET-SBW). Sayangnya, jumlah eksportir yang masuk kategori itu sangat kecil. Sebagian besar lewat jalur tidak resmi alias black market. Perbedaan harganya cukup jauh.
"Tanpa ET bisa aja, namanya nggak ada ketentuan bisa aja undervalue harganya sekitar Rp 600 ribu per Kg. Sedangkan yang ada ET kira-kira diambil rata-rata di atas Rp 20 juta/kg," ujarnya.
Alhasil, untuk meningkatkan devisa negara maka jumlah ekspor sarang burung walet harus lebih banyak yang melalui jalur resmi.
"Dengan diadakan ET maka harga-harga distandardisasi, nggak ada 600 ribu, mungkin per Kg Rp 10-15 juta, jadi akan melonjak devisa karena undervalue udah makin dikit. Itu yang dibahas Pak Luthfi, kalau dengan kebijakan ET maka devisa melonjak meskipun sebenarnya produksi sarang burung segitu aja. Dengan regulasi anyar maka undervalue bisa dicegah dan devisa menurut catatan melonjak," katanya.
Besarnya potensi ekspor membuat pemerintah melirik komoditas ini. Selama ini Indonesia mengandalkan banyak komoditas lain demi mengejar defisit neraca perdagangan, mulai dari lemak dan minyak hewan/nabati, mesin dan perlengkapan elektrik hingga kendaraan dan bagiannya. Sayang, defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) masih kerap terjadi tiap kuartalnya.
"Kita ini penghasil, pengekspor konon kabarnya 2.000 ton burung walet, 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Bisa dibayangkan dari 110 ton, 1 Kg nilainya Rp 25 juta dan sisanya kita lewati beberapa negara singgahan. Hong Kong, Vietnam, Malaysia dan ujungnya sampai juga ke RRT. Harga tersebut kita hitung, 2.000 ton saja dikali Rp 25 juta, nilainya Rp 500 triliun, artinya US$3,5 billion (miliar)," papar Menteri Perdagangan saat itu Muhammad Luthfi.
(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Harta Karun' Terpendam RI yang Jadi Rebutan Dunia