RI Punya Harta Karun Berharga Rp 500 Triliun, Ada Tapinya Sih

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
24 March 2022 15:17
Infografis/Mendag Lutfi Lapor Jokowi, berhasil temukan   ‘Harta Karun’  Ekspor melimpah RI/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/Mendag Lutfi Lapor Jokowi, berhasil temukan ‘Harta Karun’ Ekspor melimpah RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia ternyata memiliki 'harta karun' luar biasa, bahkan bila dijual ke luar negeri, nilai ekspornya berpotensi mencapai Rp 500 triliun.

'Harta karun' yang dimaksud di sini yaitu sarang burung walet.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sempat mengungkapkan pasar besar dari ekspor komoditas ini adalah China. Sayangnya, untuk menghasilkan angka sebesar itu tidak lah mudah.

Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) Boedi Mranata mengatakan, untuk menghasilkan angka sebesar itu tidak mudah, Indonesia harus bisa mendapat izin agar komoditas ini bisa mulus tiba di negara tujuan.

"Jalur resmi ke China ada 23 perusahaan. Ada lagi jalur yang nggak resmi, bisa lewat Hong Kong, Vietnam itu lebih besar, volume undervalue ini 4-5x lipat dari jalur resmi," sebut Boedi kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.

Perusahaan dengan penjualan melalui jalur resmi adalah eksportir yang sudah mengantungi Eksportir Terdaftar Sarang Burung Walet (ET-SBW). Jumlah perusahaan yang masuk kategori itu sangat kecil dibanding yang masuk lewat jalur tidak resmi alias black market. Perbedaan harganya cukup jauh.

"Tanpa ET bisa aja, namanya nggak ada ketentuan bisa aja undervalue harganya sekitar Rp 600 ribu per Kg. Sedangkan yang ada ET kira-kira diambil rata-rata di atas Rp 20 juta/kg," ujarnya.

Alhasil, untuk meningkatkan devisa negara maka jumlah ekspor sarang burung walet harus lebih banyak yang melalui jalur resmi.

"Dengan diadakan ET maka harga-harga distandardisasi, nggak ada 600 ribu, mungkin per Kg Rp 10-15 juta, jadi akan melonjak devisa karena undervalue udah makin dikit. Itu yang dibahas Pak Lutfi, kalau dengan kebijakan ET maka devisa melonjak meskipun sebenarnya produksi sarang burung segitu aja. Dengan regulasi anyar maka undervalue bisa dicegah dan devisa menurut catatan melonjak," katanya.

Selain itu, dia juga menyebut, tingkat keberhasilan dari budidaya sarang burung walet di Indonesia masih rendah, yakni masih di bawah 10%.

"Kemungkinan success rate budidaya sarang burung itu di bawah 10%. Harus dipertimbangkan juga. Yang gagal banyak. Kalau kita lihat rumah burung Indonesia 100.000 lebih, yang berhasil 5.000, nggak semua rumah burung berhasil," tuturnya.

Ia menyebut, peluangnya kecil untuk bisa berhasil membuat produksi sarang burung walet. Alhasil, meski harga satu kilo gram (kg) mencapai Rp 30 juta, namun pengembangan komoditas ini memiliki tantangan besar.

"Banyak tantangannya. Jenis ini kita bisa kategorikan binatang liar, sebab dia nggak ada knowledge beri artificial beri makanan seperti ayam. Jadi tergantung alam, kalau alam rusak, maka produksi turun. Kita cari area yang masih bagus untuk produksi, ketika rusak, produksi turun. Jadi perlu dicari tempatnya," sebut Boedi.

Hal tersebut menjadi tantangan ketika Indonesia bakal mengekspornya ke luar negeri. Negara yang paling besar menyerap ekspor sarang burung walet dari Indonesia adalah China.

"Kandungan sarang burung walet ini sudah diakui banyak manfaatnya, masyarakat China menyadari itu, makanya permintaan dari sana besar, apalagi setelah masuk pandemi di mana kesadaran terhadap kesehatan makin besar," jelasnya.

Sayang, produksi di Pulau Jawa kian menurun akibat berkurangnya lahan, seperti hutan hingga gua. Padahal, itu merupakan habitat asli dari burung walet. Pergeseran itu sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

"Ada sejarah panjangnya, dulu sarang-sarang burung di gua. Mungkin 150 tahun yang lalu rumah-rumah kosong di daerah Gresik, Worosari, Purwodadi kemasukan burung walet. Kita kembangkan gimana beternak walet secara modern," jelas Boedi.

Kian hari, komoditas ini pun kian berkembang. Bahkan, Indonesia menjadi negara dengan jumlah produksi sarang burung walet terbesar di dunia, jumlahnya sekitar 75%.

"Produksi dari Pulau Jawa mulai turun, Sumatera pernah di masa emas, sekarang mulai turun. Sekarang larinya ke Kalimantan, Sulawesi kita harap nanti lari ke Irian tapi sampai sekarang belum ada rumah walet," sebut Boedi.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut, sebanyak 2.000 ton burung wallet diekspor, di mana 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke China.

"Kita ini penghasil, pengekspor konon kabarnya 2.000 ton burung walet, 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Bisa dibayangkan dari 110 ton, 1 Kg nilainya Rp 25 juta dan sisanya kita lewati beberapa negara singgahan. Hong Kong, Vietnam, Malaysia dan ujungnya sampai juga ke RRT. Harga tersebut kita hitung, 2.000 ton saja dikali Rp 25 juta, nilainya Rp 500 triliun, artinya US$ 3,5 billion (miliar)," papar Lutfi beberapa waktu lalu.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Punya Harta Karun Bernilai Rp500 T, tapi Susah Diangkat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular