
Pemerintah Perkirakan Subsidi Biodiesel Rp 46 T di 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memperkirakan subsidi atau insentif tambahan untuk program mandatori biodiesel 30% (B30) pada tahun ini mencapai Rp 46 triliun.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan perkiraan subsidi tersebut dengan asumsi volume penyerapan biodiesel atau dalam hal ini Fatty Acid Methyl Esters (FAME) 30% sebanyak 9,2 juta kilo liter (kl) dan selisih antara harga minyak sawit dan harga jual solar ke konsumen sekitar Rp 5.000 per liter.
Dia mengatakan, anggaran subsidi tersebut berasal dari dana pungutan ekspor minyak sawit, sehingga tidak menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kita memang tidak bisa memastikan berapa harga sawit ke depannya, tapi kira-kira kita perlu Rp 46 triliun. Ada duitnya? Insya Allah ada, dengan adanya perubahan tarif pungutan ekspor sawit," tuturnya saat konferensi pers, Kamis (14/01/2021).
Pihaknya memperkirakan harga sawit akan naik sampai bulan depan, namun setelahnya akan melandai lagi. Namun pada kuartal keempat diperkirakan akan naik lagi, seperti tren yang terjadi selama ini.
Dengan besarnya subsidi biodiesel tersebut, maka menurutnya agak berat bila diterapkan program B40. Bila pemerintah menerapkan program biodiesel 40% atau B40, maka artinya kebutuhan dana subsidi akan lebih besar lagi.
Oleh karena itu, menurutnya ini menjadi salah satu pertimbangan mengapa pemerintah tidak melanjutkan program biodiesel ke B40 pada tahun ini.
Adapun realisasi penyerapan biodiesel di dalam negeri (B30) pada 2020 mencapai 8,40 juta kilo liter (kl) atau 88,6% dari alokasi 9,55 juta kl.
Seperti diketahui, pemerintah kembali mengubah besaran tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/ CPO) menjadi disesuaikan berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO yang mengacu pada harga referensi yang ditetapkan Menteri Perdagangan.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.
Peraturan ini mulai berlaku setelah tujuh hari sejak diundangkannya peraturan ini pada 3 Desember 2020. Ini artinya, tarif ekspor baru ini berlaku pada Kamis, 10 Desember 2020.
Dalam peraturan baru ini, tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 255 per ton. Tarif pungutan US$ 55 per ton dengan asumsi harga CPO berada di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton.
Untuk harga CPO di atas US$ 670 per ton sampai dengan US$ 695 per ton, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$ 5 per ton menjadi US$ 60 per ton. Namun, bila harga CPO di atas US$ 695 per ton sampai dengan US$ 720 per ton, maka tarif pungutan naik lagi sebesar US$ 15 per ton menjadi US$ 75 per ton.
Sementara pada peraturan sebelumnya, tarif pungutan ekspor dipatok tetap US$ 55 per ton tanpa membedakan harga referensi minyak sawit.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Program Biodiesel B40 di 2021, Pemerintah Udah Siap?
