Perpres Tarif EBT Tak Kunjung Terbit, Ini Alasan Pemerintah

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) oleh PLN sampai saat ini belum juga terbit.
Padahal, Perpres ini dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya menggairahkan iklim investasi di sektor energi baru terbarukan.
Lalu, bagaimana kemajuan dari rancangan Perpres tarif EBT ini?
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, secara formal draf Perpres ini belum ditandatangani Presiden.
Saat ini menurutnya draf Perpres ini sudah berada di Kementerian Sekretariat Negara dan masih dalam proses penandatanganan paraf dari sejumlah kementerian terkait sebagai tanda persetujuan dari kementerian tersebut terhadap draf Perpres tarif EBT ini.
"Menterinya siapa saja, yang pasti Menko Maritim dan Investasi sebagai koordinator dari kegiatan ESDM, kemudian Menteri Keuangan, kemudian Menteri BUMN," ungkapnya dalam konferensi pers 'Capaian Kerja 2020 dan Rencana Kerja 2021 Subsektor EBTKE' secara virtual, Kamis (14/01/2021).
Dadan mengharapkan agar Perpres tarif EBT ini bisa menjadi salah satu pendukung utama untuk mendorong proyek energi baru terbarukan. Meski Perpres tarif EBT belum diteken, namun menurutnya sudah mulai disosialisasikan oleh PT PLN (Persero).
"Kita arahkan PLN untuk melihat tarif yang ada di rancangan Perpres tersebut kalau ada pengembang yang sampaikan di atas angka tersebut. Kita sampaikan Perpres ini sudah disosialisasikan, meski belum ditandatangani," ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan Perpres EBT yang tak kunjung rampung membuat kepercayaan investor menjadi turun.
Perusahaan produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) menurutnya berpandangan Perpres EBT bisa menggantikan regulasi harga listrik EBT yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri ESDM.
"Perpres tarif EBT ini oleh pelaku usaha (IPP) sebagai instrumen regulasi yang bisa menggantikan regulasi harga EBT yang ada dalam Permen No.50/2017," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/01/2021).
Fabby menyebut bahwa pihak swasta berpandangan aturan tarif dalam Permen yang ada saat ini tidak menarik untuk investasi pembangkit dan tidak mudah memperoleh akses pinjaman perbankan (bankable).
Dengan Perpres tarif listrik EBT ini, maka diharapkan bisa meningkatkan akses memperoleh pendanaan (bankability) pada proyek dan meningkatkan daya tarik investasi.
"Sehingga, ini dapat berdampak pada kenaikan kapasitas pembangkit energi terbarukan sebagaimana yang ditargetkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)," jelasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Wow! PLTS Ditargetkan Meroket dari 0,15 GW ke 17,6 GW di 2035
(wia)