Wow! PLTS Ditargetkan Meroket dari 0,15 GW ke 17,6 GW di 2035

News - Anisatul Umah, CNBC Indonesia
26 November 2020 18:01
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto) Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus berupaya dalam mengejar target bauran energi 23% pada tahun 2025 mendatang. Salah satu langkah yang diambil yakni dengan menggenjot pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas terpasang PLTS melonjak menjadi 17.687 mega watt (MW) atau 17,6 giga watt (GW) pada 2035 dari saat ini masih 0,15 GW. Kapasitas tersebut berasal dari PLTS skala besar, PLTS substitusi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan PLTS atap.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Harris Yahya mengatakan PLTS nantinya akan dibangun di area lahan bekas tambang, pemanfaatan lahan yang sudah tidak produktif, dan waduk. Dari situ ditargetkan akan menghasilkan kapasitas sebesar 13.565 MW dengan harga 4 sen dolar per kilo Watt hour (kWh).

Kemudian, dari program konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke PLTS plus baterai ditargetkan akan mencapai 1.200 MW dengan target harga kurang dari Rp 1.500 per kWh. Dan terakhir, pengembangan masif PLTS atap, ditargetkan akan mencapai 2.904 MW.

Harris mengatakan selama ini harga listrik PLTS dalam kontrak masih di kisaran 5,8 sen dolar seperti di PLTS Bali 25 MW dan PLTS Cirata 145 MW. Namun menurutnya ada kabar baru di mana kini sudah ada penawaran PLTS terapung di Sumatera dengan harga sudah di bawah 4 sen dolar per kWh.

"Ini adalah progress yang sangat baik di level nasional untuk bisa akselerasi lagi PLTS ke depannya," ungkapnya dalam acara Indonesia EBTKE ConEx 2020, Kamis (26/11/2020).

Lalu terkait dengan penggantian PLTD menjadi PLTS plus baterai ini menurutnya merupakan program yang sangat memungkinkan untuk dilakukan. PLN pun, imbuhnya, sudah bersiap-siap untuk melakukan konversi tahap pertama pada 200 pembangkit yang akan diganti 100% dengan PLTS dan baterai.

"Targetnya ya 1.200 sampai 1.600 MW, target harga kalau bisa sampai Rp 1.500 (per kWh), tentunya akan sangat menguntungkan negara, PLN, serta masyarakat. Tidak hanya 6 jam atau 10 jam karena biaya pokok penyediaan (BPP) listrik mahal, mungkin di atas Rp 3.000 per kWh, sehingga PLN mungkin terbatas pendanaan untuk listrik dari PLTD," jelasnya.

Menurutnya, dengan mengkonversi dengan PLTS plus baterai, listrik yang dihasilkan bisa berlangsung selama 24 jam, jangkauan bisa ditingkatkan, layanan bagus, dan biaya yang ditanggung PLN semakin murah.

Pendekatan selanjutnya adalah PLTS atap. Menurutnya, berdasarkan regulasi 2018-2020 ada penambahan cukup banyak sekitar 2.000 tambahan pelanggan baru. Pemanfaatan tidak hanya di rumah tangga saja, tapi juga di sektor industri.

"Dan juga yang lainnya tidak hanya untuk kegiatan penerangan, tapi kegiatan produktif, misalnya cold storage. Ini ada potensi besar bisa kita perbaiki antar kebutuhan energi, cold storage dan kesejahteraan masyarakat," paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan sampai saat ini ada 2.779 pengguna PLTS atap untuk semua sektor. Melihat progress setiap bulannya, dia yakin akan semakin baik dalam pertumbuhannya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ini 'Harta Karun' Energi Terbesar RI, Tapi Serapan Kurang 1%


(wia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading