Genjot Energi Terbarukan, RI Butuh Investasi Rp 42,3 T/Tahun

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
08 December 2020 14:37
Sidrap PLTB
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik bersumber energi baru terbarukan (EBT) pada 2035 mencapai 47,65 giga watt (GW). Untuk mencapai target tersebut, artinya diperlukan tambahan kapasitas baru sebesar 37,35 GW karena pada 2019 kapasitas terpasang baru mencapai 10,30 GW.

Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Power Indonesia Ernie D. Ginting mengatakan potensi EBT yang ada di Indonesia sangat besar yakni mencapai sebesar 418 GW. Meski potensinya besar, untuk mencapai target tersebut menurutnya dibutuhkan investasi yang besar yakni US$ 2-3 miliar atau Rp 28,2 triliun-Rp 42,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 per US$) per tahun.

"Kita memerlukan sekitar 37,35 GW hingga 2035. Berarti perlu tambahan kapasitas terpasang 3 GW per tahunnya," ungkapnya dalam acara "Pertamina Energy Webinar 2020 - Energizing the Energy Transition" pada Selasa (08/12/2020).

Lebih lanjut dia mengatakan, biasanya kebutuhan investasi untuk tenaga surya sekitar US$ 1 juta per 1 mega watt (MW). Sementara untuk panas bumi (geothermal) lebih mahal lagi, yakni sekitar US$ 3-4 juta untuk 1 MW.

"Dengan demikian, kalau butuh 2-3 GW per tahun butuh US$ 2-3 miliar investasi atau capex (capital expenditure/ belanja modal) per tahun agar rencana dari pengembangan energi terbarukan sesuai dengan target," jelasnya.

Seperti diketahui, bauran energi baru terbarukan pada 2019 baru mencapai sekitar 9% dan akan digenjot menjadi 23% pada 2025 mendatang. Lalu, pada 2050 diproyeksikan mencapai sekitar 32%.

Demi mengejar target ini, menurutnya Pertamina bakal ikut serta dengan mendorong pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) mencapai kapasitas 1,3 GW dalam tiga sampai empat tahun ke depan.

Kemudian, perseroan menurutnya juga akan mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya di daerah yang memiliki radiasi matahari tinggi.

"Dan masuki juga partnership bangun manufaktur solar cell (panel surya)," tuturnya.

Menurutnya, isu yang berkembang pada pembangkit surya adalah masalah Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Dengan adanya rencana bangun manufaktur solar cell, bisa mengurangi harga jual listrik tenaga surya dan tingkatkan TKDN," kata Ernie.

Lalu melalui program biodiesel 30% (B30) di mana akan dikembangkan sampai dengan B100 melalui green refinery dan CPO untuk co-processing. Selain itu Pertamina juga berperan aktif dalam pengisian baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV charging), dan proyek dimethyl ether (DME).

"Satu lagi adalah proyek DME, yang kita tahu 75% liquefied petroleum gas (LPG) impor, sehingga proyek DME ini bisa mengurangi impor LPG," tegasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh Proyek PLTP Masih Meleset Jauh Dari Target

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular