Bioskop Bertumbangan, Pilih Tutup Jelang PPKM di Jawa-Bali

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
08 January 2021 19:48
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di bangku bioskop yang akan dibuka hari ini di CGV Grand Indonesia Mall, Rabu (21/10/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan surat keputusan untuk operasi bioskop-bioskop di Jakarta. Beberapa bioskop akan mulai memutar film hari ini.
Pantauan CNBC Indonesia pada jam 12.00 belum ada penonton yang datang, kemudian pihak pengelola mengatur ulang jadwal agar jam 15.00 sudah bisa memulai pemutaran film. 
Terlihat hanya beberapa warga saja yang mulai memesan tiket di tiket box. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Pembukaan Bioskop di Masa Pandemi (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengelola bioskop harus putar otak dalam menghadapi kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pekan depan. Pasalnya, pendapatan dengan pengeluaran tidak sebanding. Mereka akhirnya memilih untuk menutup operasi jelang PPKM.

Saat ini masyarakat enggan pergi ke bioskop, namun beban fix cost seperti listrik dan biaya operasional harus tetap berjalan. Misalnya untuk bioskop besar seperti Cinema 21 rata-rata perlu keluar Rp 150 juta untuk tiap gedung per bulan. Namun, pendapatannya jauh dari itu.

"Cinema 21 untuk satu gedung tekornya Rp 150 juta. Dia punya bioskop di 200-an, bayangin saja," kata Ketua Umum Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/1/21).

Kerugian itu tidak lepas dari minat penonton yang masih minim. Djonny menyebut dalam satu film mendapat atensi hanya sekitar 5-6 orang penonton maka dampaknya pada kerugian besar.

"Selama enam bulan kita ikutin, aturannya berubah-rubah saat PSBB, yang ke 4 baru buka beneran. Sekarang nggak usah disuruh buka atau disuruh tutup, sudah tutup sendiri saja," katanya.

Kondisi ini harus menjadi perhatian banyak pihak, baru-baru ini pengelola bioskop baru mengadakan rapat dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Djonny menyebut seharusnya ada uluran tangan dari instansi lain, sayang hingga kini belum ada.

"Sesuai UU 33 tahun 2009 perfilman itu di bawah Pendidikan dan Kebudayaan. Tapi dia nggak gerak sama sekali, Dikbud juga harus tanggung jawab terhadap film dan bioskop, yang gencar pariwisata. Dulu betul di bawah pariwisata langsung. Kini Dikbud juga harus ikut campur," papar Djonny.

Djonny bilang pemerintah daerah juga seharusnya membuat kebijakan yang konsisten. Ia menilai saat ini masih jauh dari harapannya.

"Ada bioskop yang nggak boleh dibuka sama Pemda. Ada yang sudah boleh dibuka tapi tutup lagi. Sudah dikasih surat izin buka, begitu mau dibuka Walikota bilang jangan. Jadi terbalik-balik kita. Ikuti omongan kena denda kalau nggak ada surat, ada surat jangan dibuka dulu," sebutnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Joko Anwar: Revenue Industri Film Anjlok 97% Imbas Pandemi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular