Badan Usaha Wajib Digitalisasi Tangki BBM di 2023

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
29 December 2020 16:55
A man walks near storage tanks at a state-owned Pertamina fuel depot in Jakarta, Indonesia, May 8, 2018. REUTERS/Willy Kurniawan
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kini tengah memproses Peraturan BPH Migas tentang Penyediaan Cadangan Operasional Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.

Selain mewajibkan pemegang izin usaha melakukan penyediaan cadangan operasional BBM secara kontinuitas pada jaringan distribusi niaga di dalam negeri selama 23 hari dalam kurun waktu lima tahun, peraturan ini juga mewajibkan pemegang izin usaha melakukan digitalisasi fasilitas penyimpanan untuk penyampaian data data dan informasi aktual.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 7 Peraturan BPH Migas ini, seperti dikutip dari draf terbaru Peraturan BPH Migas yang diterima CNBC Indonesia.

"Fasilitas penyimpanan yang telah terdigitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terintegrasi dengan sistem informasi pada Badan Pengatur," bunyi Pasal 7 ayat 2 peraturan tersebut.

Adapun batasan waktu pelaksanaan digitalisasi tersebut dilaksanakan paling lambat dua tahun sejak Peraturan BPH Migas ini dikeluarkan, seperti tercantum dalam ketentuan peralihan pada Pasal 14.

Berdasarkan dokumen Peraturan BPH Migas ini, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa telah menetapkan peraturan ini pada 21 Desember 2020.

Pada Pasal 8 peraturan ini disebutkan bahwa:
(1) Pemegang Izin Usaha wajib menyampaikan laporan kepada Badan Pengatur mengenai pelaksanaan Penyediaan Cadangan Operasional BBM beserta data pendukung.
(2) Pemegang Izin Usaha bertanggung jawab terhadap kebenaran dan keakuratan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disampaikan kepada Badan Pengatur.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemegang Izin Usaha pada setiap Fasilitas Penyimpanan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit memuat:
a. realisasi penyaluran BBM rata-rata harian;
b. volume harian Cadangan Operasional BBM; dan
c. lokasi dan kapasitas Fasilitas Penyimpanan.

(5) Data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat terdiri dari:
a. berita acara serah terima BBM;
b. berita acara stok opname fisik;
c. rekapitulasi penyaluran BBM pada Fasilitas Penyimpanan; dan
d. data lain terkait pelaksanaan penyediaan Cadangan Operasional BBM.

"Pemegang izin usaha bertanggung jawab terhadap kebenaran dan keakuratan laporan yang disampaikan kepada Badan Pengatur," isi Pasal 8 (6) tersebut.

Sebelumnya, Komite BPH Migas Jugi Prajogio mengatakan, peraturan tersebut kini sedang diproses untuk penomorannya di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Komite sudah bersidang dan menetapkan cadangan operasional tersebut. Sekarang sedang proses di Kemenkumham," tutur Jugi kepada CNBC Indonesia, Selasa (29/12/2020).

Di dalam peraturan ini juga disebutkan bahwa penyediaan cadangan operasional BBM dapat dilakukan secara bertahap. Adapun tahapan pelaksanaannya yaitu:
a. Tahun 2020-2021, pemegang izin usaha wajib menyediakan cadangan operasional BBM dengan cakupan waktu paling singkat 11 hari.
b. Tahun 2022-2023, pemegang izin usaha wajib menyediakan cadangan operasional BBM dengan cakupan waktu paling singkat 17 hari.
c. Tahun 2024 dan seterusnya, pemegang izin usaha wajib menyediakan cadangan operasional BBM dengan cakupan waktu paling singkat 23 hari.

"Seluruh biaya yang dikeluarkan dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi tanggung jawab pemegang izin usaha," bunyi Pasal 5.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Badan Usaha Niaga Bakal Diwajibkan Punya Cadangan BBM 23 Hari

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular