
Badan Usaha Niaga Bakal Diwajibkan Punya Cadangan BBM 23 Hari

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tengah merancang peraturan tentang Penyediaan Cadangan Niaga Umum Bahan Bakar Minyak (BBM) guna menjamin keberlanjutan pasokan energi dan kesinambungan pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBM.
Komite BPH Migas Henry Ahmad mengatakan bahwa di dalam Rancangan Peraturan BPH Migas ini nantinya pemegang izin usaha wajib menyediakan cadangan niaga umum BBM secara berkesinambungan pada jaringan distribusi niaga di dalam negeri selama 23 hari. Kewajiban menyediakan cadangan BBM selama 23 hari berlaku dalam kurun waktu lima tahun setelah peraturan ini diundangkan.
"Penyediaan yang dimaksud dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya. Dalam hal pemegang izin usaha baru memulai kegiatan niaga umum BBM, perhitungan penyaluran harian rata-rata menggunakan perencanaan volume penyaluran harian pada tahun berjalan," tutur Henry dalam Public Hearing "Rancangan Peraturan BPH Migas tentang Penyediaan Cadangan Niaga Umum Bahan Bakar Minyak" di Hotel Harris Bekasi, Kamis (17/09/2020).
Adapun Jenis BBM pada cadangan niaga umum terdiri dari avgas (aviation gasoline), avtur (aviation turbine), bensin (gasoline), minyak solar (gas oil), minyak tanah (kerosene), minyak diesel (diesel oil), dan minyak bakar (fuel oil).
Lebih lanjut dia mengatakan Rancangan Peraturan BPH Migas ini juga mewajibkan kepada pemegang izin usaha untuk wajib mendigitalisasi seluruh fasilitas penyimpanannya dalam rangka penyampaian data dan informasi secara real time dan terintegrasi dengan sistem informasi pada BPH Migas.
Selain itu, lanjutnya, juga diatur kewajiban badan usaha untuk menyampaikan laporan kepada BPH Migas mengenai pelaksanaan penyediaan cadangan niaga umum BBM beserta data pendukungnya. Laporan yang dimaksud yaitu berupa laporan harian yang disampaikan setiap bulan pada bulan berikutnya paling lambat tanggal 20 dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Laporan yang disampaikan oleh pemegang izin usaha terdiri dari realisasi penyaluran rata-rata harian, volume harian cadangan niaga umum BBM, lokasi dan kapasitas fasilitas penyimpanan.
Sedangkan data pendukung yang diperlukan sebagai persyaratan laporan antara lain berita acara serah terima BBM, berita acara stok opname fisik, rekapitulasi penyaluran BBM pada fasilitas penyimpanan, dan data lain terkait pelaksanaan penyediaan cadangan niaga umum BBM.
Henry pun mengatakan BPH Migas dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan denda kepada pemegang izin usaha yang melakukan pelanggaran. Sanksi teguran tertulis dikenakan paling banyak dua kali untuk jangka waktu paling lama masing-masing tiga bulan.
"BPH Migas dapat menjatuhkan sanksi denda ketika setelah berakhirnya teguran tertulis kedua, pemegang izin usaha belum melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, pemegang izin usaha wajib melaksanakan seluruh kewajibannya agar cadangan BBM terjamin di seluruh wilayah Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa mengatakan hingga saat ini Indonesia belum memiliki cadangan bahan bakar minyak (BBM) nasional, padahal sudah direncanakan sejak 17 tahun lalu. Meski beberapa tahun lalu rencana cadangan BBM nasional sempat diusulkan kembali dan ditargetkan bisa dicadangkan untuk periode 30 hari. Namun sampai saat ini hal itu pun belum terealisasi.
"Apakah ada cadangan BBM nasional? Tidak ada. Yang ada cadangan operasional badan usaha, artinya cadangan BBM Pertamina ini diklaim sebagai cadangan nasional. Rekomendasi kami yaitu agar bagaimana Menteri ESDM tetapkan berapa jumlah hari cadangan," ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Selasa (15/09/2020).
Dia menjelaskan penentuan jumlah hari untuk cadangan BBM ini memiliki konsekuensi logis di mana cadangan satu hari membutuhkan dana sebesar Rp 1 triliun. Jika cadangan nasional ditetapkan selama 60 hari, maka artinya dibutuhkan dana hingga Rp 60 triliun.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Data Cadangan BBM Nasional di ASEAN, RI Jauh Tertinggal