
Pengusaha Buka-bukaan Soal Dampak Negatif Luhut Effect

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang mewajibkan wisatawan dengan tujuan Bali agar melakukan tes PCR & tes rapid antigen jelang keberangkatan harus terbayar mahal. Banyak sektor wisata yang harus terganggu aktivitasnya, termasuk mengalami kerugian.
Salah satu yang paling terasa ketika banyak wisatawan yang sudah memesan tiket pesawat hingga hotel harus membatalkan penerbangannya. Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Indonesia Hotel General Manager Association (DPP IHGMA) I Made Ramia Adnyana menyatakan ada beberapa keluarga yang resmi membatalkan perjalanannya ke Bali usai muncul kabar tersebut.
"Tadi saja ada beberapa yang cancel, grup atau keluarga yang mestinya liburan di bulan akhir Desember sudah cancel. Ini keluh kesah teman-teman saya sampaikan," katanya kepada CNBC Indonesia pekan kemarin.
Bertambahnya regulasi bakal membuat masyarakat yang sudah niat berlibur jadi mengurungkan rencananya. Ia mengakui ada kekhawatiran akan bertambah banyaknya pembatalan perjalanan.
"Kita berusaha maintain tamu-tamu kita agar tetap datang. Artinya aspek destinasi akan aman karena sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Namun untuk biaya domain tamu, kalau ada keluarga 5 orang akan sangat terasa belum apa-apa sudah ada keluar uang besar. Harusnya untuk liburan, sekarang untuk biaya swab," jelas Wakil Ketua Umum Kadin Bali Bidang Akomodasi dan Pengembangan Pariwisata itu.
Kewajiban swab bagi wisatawan yang berangkat memang hanya berlaku bagi Bali, namun dampak pembatalan reservasi banyak juga terjadi di wilayah lain. Kunjungan wisatawan ke Yogyakarta juga mengalami yang sama.
Banyak pembatalan wisata yang mengakibatkan hotel gigit jari. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Deddy Pranowo Eryono mengaku hotel-hotel di wilayahnya sudah menyiapkan protokol kesehatan. Namun, itu bakal percuma jika banyak terjadi pembatalan.
"Pariwisata untuk tanggal 20 Desember hingga 31 Januari mengalami penurunan dari semula 60%, sekarang menjadi 42% sampai saat ini. Karena ada beberapa daerah yang mengetatkan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang memasuki area Jateng harus rapid atau swab di rest area yang dijaga petugas, padahal ke DIY harus melewati jalan itu, jadi satu-satunya akses," kata Deddy kepadaCNBC Indonesia, Kamis (17/12).
Banyaknya pembatalan itu tidak lepas dari kebijakan provinsi di sekitar Yogyakarta, misalnya untuk memasuki Jawa Tengah, masyarakat harus rapid test antigen. Padahal, akses menuju Yogyakarta bisa tercapai dengan melewati provinsi Jateng. Tes ini yang membuat masyarakat enggan karena memerlukan biaya lebih.
"Kalau untuk tesnya gratis ditanggung pemerintah daerah setempat ngga masalah. Ini dibebankan ke orang yang lewat, jadi berat bagi mereka, ini dilematis. Sekarang masih 42%, kita harap ada kenaikan, meskipun memang reservasi belum tentu datang juga bisa aja ditunda ke tahun depan," sebut Deddy.
"Sampai tadi pagi sudah banyak yang melakukan pembatalan wisatawan ke Yogya, saya berani bilang ini karena banyak laporan dari teman-teman," lanjutnya.
Alhasil, dampak pada pariwisata secara keseluruhan juga amat terasa kuat. Pengusaha agen travel mengakui bahwa banyak pembatalan reservasi dari konsumen jelang akhir tahun. Penyebabnya adalah kewajiban tes PCR & tes Rapid antigen sebelum bepergian, termasuk ke Bali.
"Iya ada pembatalan terutama yang masih bisa di-refundtiket & hotelnya. Cuma kami belum ada data berapa banyak yang melakukan refund," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno kepada CNBC Indonesia,Kamis (17/12).
Kondisi itu tentu menyulitkan agen travel, ketika sudah bersiap bernapas dalam menyambut momen akhir tahun, kini justru harus berpikir keras untuk mengembalikan uang ke konsumen. Namun, prosesnya pun tidak mudah karena ada beragam administrasi yang diurus.
Tidak ingin kehilangan klien begitu saja, agen travel juga berusaha mendorong klien untuk tetap berlibur. Proses refund memang jadi sesuatu yang sangat dihindari.
"Sebisanya kami usahakan membujuk terutama untuk client yang kami tahu masih sanggup. Travel agent ya kita berusaha tetap jualan," sebutnya.
Akibat banyaknya pembatalan sana-sini, nilai pengembalian tiket atau refund ke wisatawan tidak sedikit. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan nilai permintaan uang kembali ataurefundmencapai ratusan miliar. Angka tersebut berasal dari pembatalan ratusan ribu tiket pesawat, hotel, resto dan dampak lainnya.
"Teman-teman sudah ngasih laporan kalau dampaknya itu sampai Rp 317 miliar. Bayangin saja yang membatalkan sampai 133 ribu penumpang, meningkat 10 kali lipat dari kondisi normal," kata Hariyadi.
"Dari pembatalan pesawat sudah Rp 173 miliar, hotel Rp 76 miliar, restoran Rp 22 miliar, aktivitas destinasi Rp 13 miliar, belanja dan lain-lain Rp 36 miliar," lanjutnya.
Saat ini hotel, restoran, agen travel hingga maskapai penerbangan sedang sibuk. Namun, bukan hanya sibuk melayani penumpang untuk bepergian, namun juga melayani refund masyarakat yang tidak jadi liburan. Ia menyesalkan kebijakan yang diambil sangat mendadak. Pasalnya, sudah banyak persiapan yang dilakukan para stakeholder lainnya.
"Kalau mau membatasi harusnya nggak jadi gitu. Kita kan jadi bingung, pemerintah sudah umumkan liburan Idul Fitri digeser ke Desember masyarakatnya sudah siap-siap menjadwalkan makanya kemarin pembelian tiket pemesanan hotel luar biasa. Orang Indonesia biasanyalast minutesekarang nggak, tapiwell organize,tiba-tiba gini teman jadi susah," sebutnya.
Selain sudah jatuh dengan pengembalian tiket yang besar, industri pariwisata Bali juga kembali harus tertimpa tangga jika melihat dampak ekonomi yang timbul akibat kebijakan pemerintah itu.
"Hasil pengolahan data itu perhitungan Rp 967 miliar kena ke Ekonomi Bali, hampir Rp 1 triliun lah," jelas Hariyadi.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut Punya 'Simpanan' US$ 15 M Buat Hidupkan Lagi Wisata