
Gara-Gara Luhut Effect, Maskapai Penerbangan Paling Tekor!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan mendadak pemerintah yang mewajibkan tes usap (swab) polymerase chain reaction (PCR) bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Bali via udara telah menyebabkan kerugian yang sangat besar.
Kebijakan yang digagas oleh Menko Luhut Binsar Pandjaitan ini berefek pada kalangan pengusaha hotel dan restoran mengaku telah menerima ratusan ribu total pembatalan reservasi mencapai Rp 317 miliar dari perjalanan sampai akomodasi.
"Dari pembatalan pesawat sudah Rp 173 miliar, hotel Rp 76 miliar, restoran Rp 22 miliar, aktivitas destinasi Rp 13 miliar, belanja dan lain-lain Rp 36 miliar," kata Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani kepada CNBC Indonesia, Jumat (18/12).
Dari data tersebut, terlihat bahwa nilai tertinggi berasal dari pembatalan jasa pesawat udara. Akibat kejadian ini, banyak maskapai yang dibuat pusing, termasuk juga agen travel, serta penjual souvenir di Bali yang berpotensi kehilangan pendapatan hingga puluhan miliar. Dari sisi pengusaha hotel dan restoran pun demikian.
"Kalau kaya gini kasihan hotel dan restoran. Karyawan sudah dipanggil lagi, sudah bersih-bersih hotel, sudah membeli bahan-bahan makanan, menyiapkan modal kerja. Kemudian maskapai nambah-nambah pesawat, tadinya sudah mulai memanaskan mesin. Ini gimana?" tanya Hariyadi.
Akibat kejadian ini, banyak pelaku usaha di bawah payung industri pariwisata dirugikan khususnya di Bali. Selain itu, masyarakat juga demikian, karena ada kewajiban untuk merogoh kocek lebih agar tetap bisa berangkat.
Kebijakan pemerintah soal kewajiban tes berbiaya mahal dinilai hanya untuk meredam masyarakat tidak bepergian. Sementara jika tujuannya hanya untuk mengetes kondisi kesehatan, maka cukup dengan rapid test dengan biaya lebih murah.
"Kalau niatnya untuk testing, tentu treatment-nya beda. Kalau tujuannya membatasi orang, testing yang dipakai testing mahal. PCR kan buat konfirmasi atau memastikan. Karena tujuannya untuk mengerem orang pergi. Nggak bisa gitu lah, nggak pas. Menyulitkan masyarakat, nggak fair dong kalau gitu. Masak regulasi merugikan masyarakat, nggak boleh juga dong," sebut Hariyadi.
"Kita pasti ikut pemerintah, nggak mungkin nggak dukung pemerintah. Kemarin liburan Idul Fitri ditunda sampai akhir tahun kita ikut. Sekarang akhir tahun seperti ini kita juga ikut, cuma ya jangan mendadak," lanjutnya.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setia Putra menjelaskan aturan pengetatan protokol Kesehatan untuk bepergian mempengaruhi penumpang yang akan terbang. Ia mengakui sudah ada pembatalan penerbangan dari para penumpang.
Pemerintah pusat dan Pemda Bali memberlakukan wajib PCR bagi penumpang yang akan ke Bali, dan tes antigen untuk penumpang jalur darat yang ke Bali.
"Kita lihat sudah ada pembatalan penerbangan. Saat ini masih berkomunikasi dengan para calon penumpang, kenapa melakukan pembatalan, yang nantinya kita bisa antisipasi mengenai aturan baru ini," katanya kepada CNBC Indonesia TV, Rabu (16/12).
Sementara itu, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan alasannya menerapkan kebijakan pengetatan ke Bali. Ia mengatakan ada lebih dari 200 ribu orang datang ke Bali dalam 10 hari. Sehingga langkah pengetatan mau tak mau harus dilakukan, jangan sampai terjadi ledakan kasus di masa libur Natal dan Tahun Baru.
"Kemarin yang mau ke Bali itu sudah lebih dari 200 ribu orang selama 10 hari. Sekarang ya kita ketatkan sedikit, karena kalau tidak nanti gimana? Bali naik lagi. Tapi sekarang bali lagi relatif baik," katanya di Medan, Jumat (18/12).
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Aturan Lengkap ke Bali Naik Pesawat Wajib Tes PCR