Luhut Beri Instruksi ke Anies Soal Corona, DKI Sudah Gawat?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 December 2020 13:54
Luhut
Foto: Dokumentasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan instruksi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Menko Luhut sebelumnya ditunjuk oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk turut serta membantu menangani upaya pengendalian wabah Covid-19 dengan mengawasi beberapa provinsi, salah satunya adalah DKI Jakarta. 

Sikap pemerintah pusat tersebut disampaikan oleh Luhut kemarin pada Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim dan Bali secara virtual di Kantor Maritim. Luhut meminta kepada Anies Baswedan untuk mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home) hingga 75%

Instruksi ini datang jelang akhir tahun. Sebelumnya sebagai upaya untuk membendung eksodus masyarakat dari DKI Jakarta ke luar, pemerintah pusat memutuskan untuk 'menyunat' periode libur panjang akhir tahun sebanyak tiga hari. 

Libur akhir tahun ditetapkan mulai 24-27 Desember untuk memperingati hari raya Natal. Untuk tanggal 28-30 Desember ditetapkan tidak libur. Sementara libur akhir tahun ditetapkan pada 31 Desember dan 1 Januari 2021. 

Instruksi pengetatan PSBB ini semakin mengukuhkan bahwa pemerintah ingin memastikan tidak ada mobilitas masyarakat yang masif ke luar wilayah ibu kota serta kota-kota lain. Jelas bahwa pemerintah pusat menghendaki masyarakat untuk libur dengan tetap tinggal di rumah masing-masing dan melakukan mobilitas secara terbatas baik dari segi wilayah maupun waktu. 

Berkaca pada akhir Oktober lalu ketika libur panjang satu pekan, ratusan ribu mobil keluar dari DKI Jakarta dan kebanyakan memiliki destinasi ke arah Jawa Tengah. Pasca maraknya aksi pulang kampung akhir Oktober lalu kasus infeksi Covid-19 di Indonesia melonjak dengan signifikan dan tak jarang mencetak rekor. 

Hanya butuh waktu 2-4 minggu berselang setelah periode libur panjang kasus harian Covid-19 secara nasional tembus rekor di angka 5.000. Bahkan sempat dalam sehari tembus rekor tertinggi 8.369 kasus.

Terlepas dari masalah sinkronisasi data antara pusat dengan daerah, tren peningkatan ini tetaplah mengkhawatirkan. Apalagi DKI Jakarta dan Jawa Tengah menyumbang lonjakan kasus harian dan kematian yang sangat tinggi kala itu. Mirisnya lagi duo Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies-Riza juga dinyatakan positif Covid-19.

Tren peningkatan jumlah tes yang dilakukan juga membuat kasus harian melesat. Tingkat kasus positif secara nasional masih di atas 10%. Artinya dari setiap 100 orang yang dites, ditemukan 10 orang yang positif Covid-19. Ini mengindikasikan bahwa jumlah Covid-19 di Tanah Air sangatlah banyak meski banyak pula kasus tanpa gejala.

Halaman Selanjutnya >> Lantas Separah Apa Kondisi Covid-19 di DKI Jakarta?

Memangnya saat ini separah apa kondisi Covid-19 di Ibu Kota? Mengacu pada data Satgas Covid-19, sampai saat ini sudah ada 154.065 orang di Jakarta yang teridentifikasi mengidap Covid-19 secara kumulatif. Ibu kota menyumbang kasus Covid-19 terbanyak di Tanah Air. Kontribusinya mencapai hampir 25% dari total kasus kumulatif nasional.

Dari 154.065 orang yang terjangkit Covid-19, sebanyak 3.120 orang (2%) sedang dirawat, 138.988 orang (90,2%) sembuh, 8.994 orang (5,8%) menjalani isolasi mandiri dan 2.963 orang (1,9%) meninggal dunia. Total kasus kematian di DKI Jakarta menyumbang 15,6% dari total kasus kematian nasional.

Kasus aktif di DKI Jakarta tembus angka 12.114 orang dan memberikan sumbangsih terhadap hampir 13% dari total kasus aktif nasional. Sebanyak 5.967 orang (47%) penderita kasus Covid-19 aktif di ibu kota melaporkan adanya tanda-tanda gejala. 

Untuk kasus orang tanpa gejala (OTG) di Jakarta jumlahnya mencapai 3.776 orang atau setara dengan 31,2%. Sisanya sebanyak 21,8% atau 2.641 orang belum diketahui apakah masuk kategori bergejala atau tanpa gejala.

Tren pertambahan kasus dan angka kematian harian di DKI Jakarta terus meningkat sejak 5 November lalu. Namun memasuki bulan Desember trennya menurun. Fluktuasi jumlah tes yang dilakukan jelas berpengaruh terhadap angka pertambahan kasus infeksi harian Covid-19 di ibu kota. 

Apabila melihat tingkat kasus positifnya di sepanjang bulan Desember berada di angka 16,5%-25,3%. Bulan lalu tingkat kasus positif juga bervariasi secara harian di kisaran 12,8%-37%. 

Melihat indikator lain yaitu tingkat reproduksi virus (Rt), per kemarin sudah berada di bawah 1. Angka Rt kurang dari 1 mengindikasikan bahwa potensi transmisi virus semakin menurun. Namun bukan berarti transmisinya tidak ada.

Transmisi virus akan tetap ada tetapi tidak setinggi saat nilai Rt lebih dari 1. Apabila nilai Rt sama dengan 1 maka setiap satu orang yang positif bisa menularkan Covid-19 ke satu orang lainnya. 

Berdasarkan data Bonza, angka Rt di DKI Jakarta cenderung fluktuatif. Per 13 Desember nilai Rt Jakarta berada di bawah 1 atau tepatnya di 0,94. Namun tidak serta merta bisa disebut aman. Angka Rt yang mendekati 1 mengindikasikan bahwa risiko penularan masih tinggi. Apalagi jika tes Covid-19 kembali digenjot di Jakarta. 

Dari data-data tersebut jelas bahwa Jakarta masih menjadi hotspot wabah Covid-19 di RI dan jauh dari kata sudah terbebas. Puncak kenaikan kasus pada pertengahan Oktober hanyalah semu belaka karena lebih diakibatkan oleh tren turunnya jumlah tes yang dilakukan.

Jikalau PSBB ketat kembali diterapkan di DKI Jakarta, bagaimana dengan dampaknya ke perekonomian ?

Sebagai jantung perekonomian nasional, Jakarta menyumbang lebih dari 17% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada kuartal kedua saat PSBB ketat dilakukan output perekonomian Jakarta terkontraksi 8.22% (yoy). Kala itu PDB Indonesia terkontraksi 5,32% (yoy).

Kemudian saat pelonggaran dilakukan pada kuartal ketiga, ekonomi DKI Jakarta minus 3,82% (yoy). Di saat yang sama PDB nasional menyusut 3,49% (yoy). Ada perbaikan memang meski tetap berada di zona negatif.

Jumlah pengangguran di DKI Jakarta mencapai lebih dari 572 ribu orang atau meningkat lebih dari 233 ribu dibanding periode yang sama tahun lalu. BPS melaporkan tingkat pengangguran terbuka menyentuh dobel digit sampai 10,75% lebih tinggi 300 basis poin lebih dari rata-rata nasional di 7,07%.

Sebagai kota yang sibuk dengan lalu lalang kendaraan serta barang, pengetatan PSBB berpotensi membuat output perekonomian Jakarta di kuartal keempat masih berada di teritori negatif. Dampaknya akan sangat terasa terutama pada sektor usaha yang berbasis mobilitas seperti hotel, restoran dan katering (Horeka).

Sebenarnya PSBB Jakarta juga sempat diperketat saat September-Oktober lalu. Dampak sektor restoran sangat terasa. Meski ada pelonggaran tingkat kunjungan ke restoran di ibu kota masih jauh dari kata pulih.

Mandiri Institute melalui surveinya menunjukkan bahwa ketika PSBB di DKI Jakarta diperketat pada akhir September lalu tingkat kunjungan ke restoran drop signifikan dari 54% menjadi 19% saja. 

Tingkat hunian kamar hotel juga jauh di bawah normal. Bahkan tingkat hunian hotel berbintang masih sangat rendah meski mengalami kenaikan. Namun faktanya tetap saja di bawah 50%. Padahal pada dua tahun ke belakang tingkat hunian kamar hotel berada di atas 50%. 

Bank Indonesia (BI) melalui survei penjualan eceran melaporkan bahwa tingkat penjualan ritel di ibu kota pada periode April-Oktober tahun ini terkontraksi lebih dari 40% (yoy). Pada November penjualan ritel di Jakarta diperkirakan masih akan tetap minus 45% (yoy) sama seperti bulan-bulan sebelumnya.

Konsumsi masyarakat merupakan tulang punggung ekonomi Jakarta. Sumbangsihnya ke PDB regional ibu kota hampir 60%. Dengan adanya PSBB lanjutan yang ketat di Jakarta tentu saja akan membuat masyarakat metropolitan kembali menahan pengeluarannya. 

Bagi kalangan menengah ke atas trennya masih akan tetap meningkatkan tabungan maupun deposito di bank sehingga penyaluran kredit menjadi melambat akibat permintaan terbatas serta pengetatan kebijakan bank dan lembaga keuangan lain. Dengan begitu Jakarta berpeluang besar untuk mengalami kelanjutan resesi. 

Pengetatan PSBB jelang akhir tahun juga mengindikasikan bahwa baik Jakarta maupun Indonesia siap kehilangan momentum liburan yang biasanya mendongkrak perekonomian di penghujung tahun. 

Fenomena tarik-ulur, gas-rem kebijakan ini layaknya pepatah 'bak makan buah si malakama' dimakan ibu mata tak dimakan bapak mati. Kalau direm ekonomi lanjut resesi kalau tak direm makin banyak rakyat yang mati.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular