Terungkap! Jadi Ini Maksud Luhut ke Anies Soal Perketat PSBB

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
15 December 2020 12:59
Infografis, Masih Banyak Orang ke DKI, Kok Bisa?
Foto: Ilustrasi Luhut Binsar Pandjaitan (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, memastikan tidak ada perintah dari Menko Marves Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Menurut dia, perintah Luhut kepada Anies dan juga sejumlah kepala daerah lainnya adalah, "Pengetatan secara terukur dan terkendali terhadap aktivitas masyarakat dalam menghadapi libur panjang akhir tahun."

"Jadi bukan PSBB," ujar Jodi kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (15/12/2020).

Jodi pun mengungkapkan alasan di balik kebijakan itu. Yang utama adalah peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 secara signifikan di DKI & 7 provinsi prioritas (termasuk Jabar, Jateng) dan 20 provinsi lainnya.

"Peningkatan kasus konfirmasi secara signifikan masih terus terjadi pasca libur dan cuti bersama akhir Oktober 2020. Jumlah penambahan kasus harian mencapai 42 ribu dalam 7 hari terakhir, naik dari 27 ribu (55,5%) pada periode 21-27 Oktober (seminggu sebelum libur panjang). Begitu juga dengan angka kematian yang terus meningkat pasca libur, padahal sebelum libur trennya sudah menurun," kata Jodi.

Alasan kedua adalah tren keterisian tempat tidur (BOR) ICU di beberapa provinsi terus meningkat. Bahkan di DKI Jakarta, Jabar, dan Jateng, telah melampaui batas aman 70%.



Oleh karena itu, Jodi menyebut intervensi kebijakan yang akan dilakukan adalah pengetatan aktivitas masyarakat secara terukur dan terkendali.

Pengetatan itu meliputi WFH 75%, pelarangan perayaan tahun baru di seluruh provinsi, dan pembatasan jam operasional mall, restoran, tempat hiburan sampai pukul 19.00 untuk Jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah di Jabar, Jateng, dan Jatim. Selain itu pengetatan protokol kesehatan akan dilakukan di rest area dan tempat-tempat wisata.

Selain itu, lanjut Jodi, untuk perjalanan menggunakan kereta api dan pesawat, akan diwajibkan untuk melakukan rapid test antigen maksimal H-2. Rapid test antigen ini memiliki sensitifitas yang lebih baik dibandingkan rapid test antibodi. Khusus untuk Bali, harus menggunakan pcr test H-2.

"Kami melihat diperlukan pengetatan secara terukur dan terkendali untuk menjaga kapasitas ICU bed agar angka kematian tidak meningkat secara signifikan pascalibur Natal dan tahun baru," kata Jodi.

"Dengan kebijakan pengetatan yang terukur dan terkendali, maka kami melihat penambahan kasus dan kematian bisa terkendali, dengan dampak ekonomi yang relatif minimal," lanjutnya.


(miq/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sudah ada PPKM, Luhut: Kita tidak akan mau PSBB Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular