
Luhut Beri Instruksi ke Anies Soal Corona, DKI Sudah Gawat?

Jikalau PSBB ketat kembali diterapkan di DKI Jakarta, bagaimana dengan dampaknya ke perekonomian ?
Sebagai jantung perekonomian nasional, Jakarta menyumbang lebih dari 17% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Pada kuartal kedua saat PSBB ketat dilakukan output perekonomian Jakarta terkontraksi 8.22% (yoy). Kala itu PDB Indonesia terkontraksi 5,32% (yoy).
Kemudian saat pelonggaran dilakukan pada kuartal ketiga, ekonomi DKI Jakarta minus 3,82% (yoy). Di saat yang sama PDB nasional menyusut 3,49% (yoy). Ada perbaikan memang meski tetap berada di zona negatif.
Jumlah pengangguran di DKI Jakarta mencapai lebih dari 572 ribu orang atau meningkat lebih dari 233 ribu dibanding periode yang sama tahun lalu. BPS melaporkan tingkat pengangguran terbuka menyentuh dobel digit sampai 10,75% lebih tinggi 300 basis poin lebih dari rata-rata nasional di 7,07%.
Sebagai kota yang sibuk dengan lalu lalang kendaraan serta barang, pengetatan PSBB berpotensi membuat output perekonomian Jakarta di kuartal keempat masih berada di teritori negatif. Dampaknya akan sangat terasa terutama pada sektor usaha yang berbasis mobilitas seperti hotel, restoran dan katering (Horeka).
Sebenarnya PSBB Jakarta juga sempat diperketat saat September-Oktober lalu. Dampak sektor restoran sangat terasa. Meski ada pelonggaran tingkat kunjungan ke restoran di ibu kota masih jauh dari kata pulih.
Mandiri Institute melalui surveinya menunjukkan bahwa ketika PSBB di DKI Jakarta diperketat pada akhir September lalu tingkat kunjungan ke restoran drop signifikan dari 54% menjadi 19% saja.
Tingkat hunian kamar hotel juga jauh di bawah normal. Bahkan tingkat hunian hotel berbintang masih sangat rendah meski mengalami kenaikan. Namun faktanya tetap saja di bawah 50%. Padahal pada dua tahun ke belakang tingkat hunian kamar hotel berada di atas 50%.
Bank Indonesia (BI) melalui survei penjualan eceran melaporkan bahwa tingkat penjualan ritel di ibu kota pada periode April-Oktober tahun ini terkontraksi lebih dari 40% (yoy). Pada November penjualan ritel di Jakarta diperkirakan masih akan tetap minus 45% (yoy) sama seperti bulan-bulan sebelumnya.
Konsumsi masyarakat merupakan tulang punggung ekonomi Jakarta. Sumbangsihnya ke PDB regional ibu kota hampir 60%. Dengan adanya PSBB lanjutan yang ketat di Jakarta tentu saja akan membuat masyarakat metropolitan kembali menahan pengeluarannya.
Bagi kalangan menengah ke atas trennya masih akan tetap meningkatkan tabungan maupun deposito di bank sehingga penyaluran kredit menjadi melambat akibat permintaan terbatas serta pengetatan kebijakan bank dan lembaga keuangan lain. Dengan begitu Jakarta berpeluang besar untuk mengalami kelanjutan resesi.
Pengetatan PSBB jelang akhir tahun juga mengindikasikan bahwa baik Jakarta maupun Indonesia siap kehilangan momentum liburan yang biasanya mendongkrak perekonomian di penghujung tahun.
Fenomena tarik-ulur, gas-rem kebijakan ini layaknya pepatah 'bak makan buah si malakama' dimakan ibu mata tak dimakan bapak mati. Kalau direm ekonomi lanjut resesi kalau tak direm makin banyak rakyat yang mati.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)