Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (Menkeu)SriMulyani mengatakan meramal ekonomi RI tahun ini di kisaran -1,7% sampai 0,6%.
Meski demikian, diakuinya sejumlah lembaga internasional, seperti Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memprediksi ekonomi akan lebih turun di bawah itu.
"Prediksi OECD -2,4%. Ini adalah tugas yang berat bagi kami semua untuk melakukan pemulihan di triwulan IV-2020 karena kita melihat peningkatan penularan Covid di awal Desember," katanya dalam acara US-Indonesia Investment Summit ke-8 yang digelar virtual, Selasa (8/12/2020).
Ia mengatakan musim liburan bisa menimbulkan meningkatnya kasus Covid-19 karena mobilitas masyarakat meningkat. Karenanya perlu ada rem untuk itu.
"Ini adalah musim libur sama dengan negara-negara lainnya, sehingga kita perlu menggunakan rem dulu untuk pemulihan perekonomian," tambahnya.
Sebelumnya EOCD mengeluarkan riset terbarunya 2 Desember lalu. Lembaga itu mengatakan ekonomi dunia memiliki prospek baik namun menantang.
Laporan tersebut juga memprediksi ekonomi global akan menyusut sekitar 4,2% tahun 2020 dan akan rebound dengan tingkat yang sama pada 2021 sebelum tumbuh 3,7% pada tahun 2022 berikutnya.
Halaman 2>>>
Di acara yang sama, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan ekonomi RI bisa pingsan. Ini wanti-wanti dirinya terutama jika sektor korporasi dan keuangan terlalu lama terpuruk.
Oleh karenanya, upaya ekstra perlu dilakukan untuk membangkitkan kedua sektor tersebut. Menurutnya, kedua sektor tersebut sangat penting dalam mendorong pertumbuhan kredit yang saat ini terkontraksi cukup dalam sebab menggerakkan perekonomian.
"Situasi sekarang harus kembali atau berupaya bagaimana sektor keuangan dan korporasi kembali bisa melakukan bisnisnya secara hati-hati namun harus mulai pulih. Karena kalau terlalu lama dia pingsan ekonomi juga pingsan," ujarnya dalam kegiatan yang sama.
Salah satu cara untuk memulihkan kedua sektor tersebut adalah adanya keberanian memulai memberikan dan mengambil kredit. Di mana sektor keuangan memberikan kredit dan korporasi mengambil kredit.
"Harus dua-duanya. Kalau yang satu tidak ambil kredit dan satunya nggak berani beri kredit maka ekonomi akan pingsan," imbuhnya.
Dengan situasi ini, ia menegaskan peran Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sangat diperlukan untuk mendorong pemulihan perekonomian.
Dalam hal ini, pemerintah memberikan insentif perpajakan bagi dunia usaha serta relaksasi kredit atau tidak membayar kredit terutama bagi UMKM hingga 9 bulan. Hal ini dilakukan bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, pemerintah juga memberikan jaminan pinjaman modal kerja agar sektor jasa keuangan terutama bank berani memberikan pinjaman.
"Ini policy extraordinary, dilema jaminan perlindungan vs moral hazard harus dikalkulasi risiko antar kebutuhan pulihkan ekonomi dan di sisi lain tetap hati-hati kemungkinan terjadinya kejahatan atau moral hazard," tegasnya.