Tunggu Harga Minyak Naik 2x, Investasi Migas Baru Bergairah?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
24 November 2020 14:47
[DALAM] Harga Minyak Drop
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak dari pandemi virus corona (Covid-19) membuat permintaan dan harga minyak dunia menjadi anjlok. Dibatasinya mobilitas dan aktivitas masyarakat tak ayal berdampak pada menurunnya konsumsi minyak dunia yang ujungnya juga berdampak pada menurunnya harga minyak mentah dunia.

Harga minyak yang rendah saat ini menyebabkan investasi hulu migas menjadi kurang menarik lagi di mata investor, termasuk Indonesia, meski kini posisi harga minyak sudah mulai merangkak naik, lebih baik dibandingkan saat awal pandemi.

Pada perdagangan hari ini, Selasa (24/11/2020), harga kontrak minyak Brent naik 0,17% ke US$ 46,14 per barel dan West Texas Intermediate (WTI) naik 0,33% ke US$ 43,2 per barel. Pada April harga minyak Brent bahkan sempat menyentuh US$ 19 per barel. Sementara dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19 pada Januari 2020, harga minyak masih di atas US$ 60 per barel.

Adapun harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) pada Oktober 2020 US$ 38,07 per barel, naik tipis dari September yang sebesar US$ 37,43 per barel.

Penasihat Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Migas Satya W. Yudha mengatakan dari sisi perkembangan harga minyak dunia, diharapkan akan ada satu tren positif ke depan.

Menurutnya, bila harga minyak mentah telah mencapai posisi US$ 71-75 per barel, maka ini bisa menimbulkan gairah investasi dari sejumlah perusahaan migas global.

"Harapannya adalah kita akan menuju ke angka US$ 71-75 per barel, dengan demikian akan gairahkan investasi di masa yang akan datang. Kita mengikuti harga minyak Brent karena Indonesian Crude Price (ICP) mengikuti tren dari Brent," ungkapnya dalam Focus Group Discussion (FGD) SKK Migas, Selasa (24/11/2020).

Posisi cadangan minyak Indonesia dibandingkan global tidak lah besar yakni hanya 0,1% dari cadangan dunia, sehingga menurutnya Indonesia sangat membutuhkan tambahan investasi yang nantinya bisa meningkatkan cadangan migas di Tanah Air.

Apalagi ke depan, pascapandemi saat pertumbuhan ekonomi mulai naik, maka ini akan berdampak pada konsumsi energi yang akan semakin besar. Dengan demikian, dibutuhkan pasokan minyak yang lebih besar.

Namun di sisi lain, kini Indonesia menghadapi tren penurunan produksi minyak mentah, terutama sejak 2016. Oleh karena itu, lanjutnya, target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 menjadi tantangan yang tidak mudah.

Untuk menghadapi tantangan itu, lanjutnya, SKK Migas juga berupaya membuat sejumlah skenario agar target tersebut dapat tetap tercapai.

"SKK Migas siapkan beberapa skenario, sehingga di kemudian hari target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 dapat tercapai," ungkapnya.

Untuk mewujudkan target ini, pemerintah bakal mengandalkan PT Pertamina (Persero). Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.

Dwi mengatakan pihaknya berharap banyak pada Pertamina karena perseroan akan menguasai 70% produksi minyak nasional setelah mengoperasikan Blok Rokan, Riau pada Agustus 2021. Saat ini, lanjutnya, kontribusi Pertamina dalam produksi minyak nasional baru sekitar 40%.

Dia menyebutkan bahwa Pertamina menjadi operator di 11 wilayah kerja (WK) migas nasional dan memiliki hak partisipasi (Participating Interest/ PI) di empat WK dari total 41 WK nasional yang ada.

"Hampir separuh luasan WK atau blok migas dikuasai Pertamina atau sekitar 40%, bahkan setelah transisi (pengalihan) Blok Rokan, Pertamina jadi kontributor terbesar yaitu 70%," ungkapnya dalam diskusi secara daring bertema 'New Paradigm for More Oil & Gas Production', Kamis (05/11/2020).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Meroket, Penerimaan Hulu Migas Tembus Rp97 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular