Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) memang fenomena kesehatan. Namun gara-gara virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini, seluruh sendi kehidupan terpengaruh termasuk ekonomi.
Sebab, pandemi diatasi dengan pembatasan sosialĀ (social distancing). Miliaran penduduk bumi disarankan sebisa mungkin #dirumahaja. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Hindari kontak sosial, terutama dalam jarak dekat, untuk mencegah risiko tertular.
Kebijakan semacam ini membuat aktivitas dan mobilitas warga sangat terbatas. Tidak hanya di tempat kerja, masyarakat juga belum kembali ke lokasi transit, taman, pusat perbelanjaan, dan sebagainya.
Ekonomi terpukul dari dua sisi sekaligus, produksi dan permintaan. Akibatnya resesi ekonomi menjadi pemandangan yang umum dijumpai.
Mengutip catatan Trading Economics, ada 33 negara yang masuk 'jurang' resesi. Indonesia adalah satu di antaranya.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Terima Kasih, Kamerad Xi! Ekonomi China Bebas Resesi
Menariknya, ada dua negara Asia yang anti-resesi yaitu China dan Vietnam. Pada kuartal III-2020, Produk Domestik Bruto (PDB) China dan Vietnam masing-masing tumbuh 4,9% dan 2,62%.
Apa yang membuat ekonomi Negeri Panda bisa tumbuh? Seperti yang sudah disinggung di atas, virus corona awalnya menyebar di China. Negara tersebut adalah yang paling awal memberlakukan social distancing, bahkan sampai ke tingkat karantina wilayah (lockdown).
Warga benar-benar tidak boleh keluar rumah, kecuali untuk urusan mendesak. Bahkan aparat keamanan menyediakan kebutuhan sehari-hari dari rumah ke rumah agar tidak ada yang merasa perlu bepergian. Lockdown paling ketat berlangsung di Provinsi Hubei, utamanya Kota Wuhan, yang menjadi ground zero penyebaran virus corona.
"Tiga bulan lamanya Wuhan di-lockdown. Juga seluruh Provinsi Hubei. Dan praktis seluruh Tiongkok.
"Tiga bulan lamanya lockdown diberlakukan. Sangat drastis. Ketat. Kejam. Manusia dibuat sangat menderita. Sangat terkekang," tulis Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN, dalam artikel berjudul Bebas Wuhan di laman disway.com yang terbit pada 27 Maret.
Lockdown di Provinsi Hubei dimulai pada 23 Januari alias pada kuartal I. Lockdown berlangsung selama 76 hari, baru dilonggarkan pada 8 April. Ini yang membuat ekonomi China jadi minus pada kuartal I.
Namun pada kuartal II, saat negara-negara lain sedang getol menerapkan social distancing, China boleh dikata sudah 'bebas'. Roda aktivitas masyarakat sudah bergulir kembali, meski masih dibatasi protokol kesehatan. Hasilnya, ekonomi Negeri Tirai Bambu bisa tumbuh positif pada periode April-Juni.
"Dalam tiga bulan pertama 2020, dihadapkan dengan dampak yang luar biasa dari pandemi Covid-19 serta situasi yang rumit baik di luar maupun dalam negeri, di bawah kepemimpinan yang kuat dari Komite Sentral Partai Komunis China dengan Kamerad Xi Jinping sebagai pusatnya, seluruh daerah dan departemen bekerja bersama untuk mengendalikan wabah serta kondisi sosial-ekonomi berdasarkan pendekatan keilmuan. Kini pertumbuhan ekonomi sudah beralih dari negatif menjadi positif, hubungan pasokan dan permintaan terus membaik, pasar menguat, kesejahteraan rakyat pun terjamin. Ekonomi nasional terus melanjutkan pemulihan di tengah terjaganya stabilitas sosial," papar keterangan tertulis Biro Statistik Nasional China.
Situasi serupa terjadi di Vietnam. Seperti dikutip dari Viet Nam News, pemerintah Negeri Paman Ho sudah menyusun strategi untuk mencegah wabah pneumonia akut yang menjangkiti Wuhan sejak awal tahun. Kala itu namanya belum Covid-19.
"Wakil Perdana Menteri Vu Duc Dam memerintahkan berbagai kementerian dan lembaga yang terkait untuk menerapkan langkah drastis dalam rangka mencegah pneumonia akut yang disebabkan oleh novel coronavirus (nCov) agar tidak menyebar di Vietnam. Dam memerintahkan lembaga-lembaga tersebut untuk memonitor perkembangan di China dan memperkuat karantina medis di perbatasan, bandara, dan pelabuhan. Dam menginstruksikan kepada menteri kesehatan untuk segera menyusun rencana aksi untuk merespons penyakit tersebut, menyusul adanya rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia," tulis berita di Viet Nam News tertanggal 17 Januari.
Saat itu, Vietnam mungkin mendapat cap lebay alias berlebihan. Namun ternyata sikap itu sukses menjinakkan penyebaran virus corona.
"Saat Anda berhadapan dengan penyakit yang masih belum diketahui seperti ini, memang lebih baik bersikap berlebihan," ujar Dr Todd Poolack dari Universitas Harvard, seperti dikutip dari BBC.
"Vietnam beraksi cepat, sangat cepat, yang mungkin terlihat berlebihan pada masanya. Namun ternyata berhasil," tambah Profesor Guy Thwaites, Direktur Oxfrod University Clinical Research Unit yang berbasis di Ho Chi Minh, juga dikutip dari BBC.
TIM RISET CNBC INDONESIA