
Faisal Basri Sebut Pertalite Produk Banci, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) 88 atau terkenal dengan merek dagang Premium tengah mencuat kembali ke publik, padahal rekomendasi penghapusan Premium telah diusulkan sejak 2015 oleh Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi atau dikenal dengan Tim Anti Mafia Migas.
Lalu, pada 2017 pun Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri No.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, yang mengatur bahwa bensin yang harus dijual ke publik minimum harus mengandung RON 91, tercantum dalam Pasal 3 ayat 2.
Jika mengacu pada Peraturan Menteri LHK ini, semestinya baik bensin RON 88 atau Premium maupun bensin di bawah RON 91 lainnya, salah satunya yaitu Pertalite yang memiliki RON 90 sudah tidak dijual lagi.
Ketua Tim Anti Mafia Migas 2014-2015 Faisal Basri mengatakan saat ini merupakan saat yang tepat untuk menghapus Pertalite. Terlebih, lanjutnya, hanya tujuh negara di dunia yang masih menjual bensin di bawah RON 90, termasuk Indonesia ini. Sementara negara tetangga seperti Malaysia saja, lanjutnya, menjual bensin dengan nilai oktan paling rendah RON 95 Dengan demikian, menurutnya kini saat yang tepat untuk tidak lagi menjual bensin di bawah RON 91.
Berdasarkan data McKinsey, hanya Indonesia dan China di Asia Pasifik yang masih menjual bensin di bawah RON 91, di mana Indonesia masih menjual bensin RON 88, 89, dan 90. Sedangkan China menjual bensin RON 89. Sementara kebanyakan negara lainnya minimal menjual bensin dengan RON 91. Singapura dan Vietnam minimal RON 92, dan Malaysia minimal RON 95.
"Ini moment yang baik untuk bunuh Pertalite sekalian. Tidak ada di dunia jual bensin di bawah RON 90 kecuali tujuh negara termasuk Indonesia. Kalau bunuh Pertalite dan Premium, kita bisa jual bensin dengan kualitas baik dan murah, kalau pakai patokan Malaysia," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (23/11/2020).
Bahkan, dia tak segan menyebut produk Pertalite merupakan "produk banci". Menurutnya, BBM jenis Pertalite hadir karena Pertamina sedang rugi habis-habisan akibat harga dari Premium tidak dinaikkan oleh pemerintah.
"Pertalite kan produk banci ya, kenapa Pertalite hadir karena waktu itu Pertamina rugi habis-habisan akibat harga Premium tidak dinaikkan oleh pemerintah," ungkapnya.
Harga Premium yang ditetapkan oleh pemerintah, membuat Pertamina tidak bisa memperoleh keuntungan. Sementara dengan menjual Pertalite yang harganya tidak diatur pemerintah, Pertamina bebas menentukan harganya sendiri, sehingga Pertamina bisa mendapatkan keuntungan dari Pertalite.
"Nah si Pertalite ini, Pertamina bebas tentukan harga berapa, jadi dapat untungnya dari Pertalite Pertamina ini. Jadi ini (Pertalite) produk banci," ujarnya.
Seperti diketahui, Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengusulkan penghapusan BBM jenis Premium sejak 2015. Menurut Faisal, usulan tersebut karena harga Premium tidak ada di pasar, MOPS (Mean of Platts Singapore) pun paling rendah menjual RON 92.
Menurutnya, rumus formula harga untuk RON 88 yang sudah kadaluarsa tidak diupdate selama puluhan tahun dan tidak mencerminkan kondisi pasar. Kemudian, karena tidak ada produknya di pasar internasional, maka RON 92 diturunkan kadarnya menjadi RON 88 atau 90, sehingga tidak memiliki harga acuan yang jelas.
"Tapi rumus juga tidak ada gunanya karena harga ditetapkan pemerintah dan harga tidak disesuaikan setiap beberapa bulan sekali sesuai peraturannya, karena pertimbangan politik, jadi lemah," ujarnya.
Sebagai kilas balik, tak selang sebulan sejak Presiden Joko Widodo dilantik menjadi Presiden dan akhirnya membentuk Kabinet pada Oktober 2014, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas pada November 2014. Tim yang diketuai Faisal Basri ini pun akhirnya mengeluarkan 12 poin rekomendasi final sebelum akhirnya resmi dibubarkan pada Mei 2015.
Adapun salah satu poin rekomendasi yaitu terkait tata niaga dan pengadaan minyak mentah dan BBM. Tim merekomendasikan agar Pertamina menghentikan impor RON 88 dan gasoil (solar) 0,35% sulfur, dan menggantinya masing-masing dengan impor Mogas92 dan gasoil 0,25% sulfur. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan gasoil 0,25% sulfur, dan mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina akan Kurangi Stok Premium & Pertalite