'Hantu' CAD Pergi dari RI Bukan Karena Prestasi, Tapi Tragedi

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah nyaris satu dekade lamanya, transaksi berjalan (current account) Indonesia akhirnya mencatat surplus lagi di kuartal III-2020.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada periode Juli-September kembali mencatat surplus US$ 2,1 miliar. Transaksi berjalan, yang sebelumnya selalu membuat NPI tekor, kini turut menyumbang surplus.
"NPI mencatat surplus sebesar US$ 2,1 miliar pada triwulan III 2020, melanjutkan capaian surplus sebesar US$ 9,2 miliar pada triwulan sebelumnya. Surplus NPI yang berlanjut tersebut didukung oleh surplus transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial," sebut keterangan tertulis Bank Indonesia (BI), Jumat (20/11/2020).
Pada kuartal III-2020, pos transaksi modal dan finansial dalam NPI mencatat surplus US$ 1 miliar, atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menurun jauh dibandingkan kuartal sebelumnya US$ 10,6 miliar atau 4,3% dari PDB.
Sementara itu pos NPI yang selalu menjadi perhatian, transaksi berjalan, mencatat surplus sebesar US$ 1 atau 0,4% dari PDB, setelah mengalami defisit US$ 2,9 miliar atau 1,2% dari PDB di kuartal sebelumnya.
Surplus transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca barang seiring dengan perbaikan kinerja ekspor di tengah masih tertahannya kegiatan impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat.
Kali terakhir transaksi berjalan mencatat surplus persis sembilan tahun lalu, yakni kuartal III-2011. Setelahnya, transaksi berjalan terus defisit sehingga kita terbiasa dengan istilah CAD (Current Account Deficit). Mungkin sekarang kita harus membiasakan diri dengan sebutan CAS (Current Account Surplus).
Transaksi berjalan menggambarkan arus masuk-keluar devisa yang datang dari ekspor-impor barang dan jasa, pendapatan primer, serta serta pendapatan sekunder.
Berdasarkan publikasi BI, neraca perdagangan barang dan jasa menjadi penopang surplus transaksi berjalan. Pendapatan sekunder juga mencatat surplus, sementara itu pendapatan primer mengalami defisit.
Neraca Perdagangan Barang dan Jasa
Neraca perdagangan barang di kuartal III-2020 mencatat surplus US$ 9,8 miliar, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya surplus US$ 4 miliar, dan jauh lebih tinggi dari surplus US$ 1,4 miliar di kuartal III-2019. Sedangkan neraca perdagangan Jasa membukukan defisit US$ 2,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya US$ 2,2 miliar.
Surplus neraca barang terbantu melonjaknya surplus di neraca non-migas yang mencapai US$ 10,5 miliar, naik tajam dibandingkan kuartal II-2020 lalu sebesar US$ 4,8 miliar dan kuartal III-2019 US$ 3,4 miliar. Sementara itu neraca migas tercatat defisit sebesar US$ 0,7 miliar.
![]() |
Pemulihan ekonomi China setelah dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menjadi kontributor terbesar surplus neraca non-migas. Ekspor ke China sepanjang kuartal III-2020 mencatat kenaikan 9,4% year-on-year (YoY). Kemudian ekspor ke Amerika Serikat (AS), juga tumbiuh 5,4% YoY, setelah mengalami kontraksi 9,8% YoY di kauartal II-2020.
Sementara itu, ekspor ke negara-negara lainnya masih mencatat kontraksi secara YoY.
Sementara itu, impor non-migas tercatat tumbuh 0,9% quarter-to-quarter (QtQ), sementara jika dibandingkan dengan kuartal III-2019 mengalami kontraksi sebesar 23,9% YoY, lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya 16,8% YoY.
Neraca Pendapatan Primer
Pos ini kembali mencatat defisit di kuartal III-2020, sebesar US$ 7,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan 3 bulan sebelumnya US$ 6,2 miliar. Namun, masih lebih baik dibandingkan kuartal III-2019 yang mencatat defisit US$ 8,4 miliar.
Berdasarkan publikasi BI, peningkatan defisit terjadi akibat meningkatnya pembayaran pendapatan hasil investasi kepada investor asing, sementara pendapatan investasi justru menurun.
Defisit investasi langsung tercatat sebesar US$ 3,6 miliar, naik dibandingkan kuartal sebelumnya US4 2,7 miliar.
Neraca Pendapatan Sekunder
Di kuartal III-2020, neraca pendapatan sekunder mencatat surplus US$ 4,1 miliar, nyaris sama dengan kuartal sebelumnya. Surplus tersebut dipengaruhi stabilnya transfer personal baik pembayaran remintansi Tenaga Kerja Asing (TKA) maupun dari sisi penerimaan remintansi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Penerimaan remitanasi PMI yang tertinggi dilaporkan dari kawasan Asia Pasific sebesar US$ 1,4 miliar, kemudian dari Timur Tengah dan Afrika US$ 0,8 miliar.
Jumlah PMI di kuartal III-2020 dilaporkan sebanyak 3,2 juta orang. Pencabutan Kepmennaker No. 151 Tahun 2020 mengenai penghentian sementara penempatan ke luar negeri dikatakan belum berdampak pada penambahan stok PMI.
Sementara itu, pembayaran remitansi TKA di kuartal III-2020 dilaporkan sebesar 0,7 miliar.
Surplus neraca perdagangan barang dan jasa serta neraca perdagangan sekunder tersebut akhirnya membuat Indonesia bebas dari "CAD" setelah 9 tahun lamanya.
CAD menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia. Kala defisit membengkak, Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga guna menarik hot money di pos transaksi modal dan finansial sehingga diharapkan dapat mengimbangi defisit transaksi berjalan. Hal tersebut menjadi penting guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Namun, kala suku bunga dinaikkan, suku bunga perbankan tentunya ikut naik, sehingga beban yang ditanggung dunia usaha hingga rumah tangga akan menjadi lebih besar. Akibatnya, investasi hingga konsumsi rumah tangga akan melemah, dan roda perekonomian menjadi melambat.
